BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Jamur merupakan organisme eukariot (sel-selnya mempunyai inti sejati)
yang digolongkan ke dalam kelompok cendawan sejati dengan dinding sel jamur
terdiri atas zat kitin. Tubuh atau soma jamur disebut hifa yang berasal dari
spora dan sel jamur tidak mengandung klorofil. Jamur memperoleh makanan secara
heterotrof dari bahan organik yang ada di sekitar dengan bantuan enzim yang
dihasilkan oleh hifa kemudian diserap. Jamur tiram membentuk struktur
reproduksi seksual yang berada di dalam struktur tubuh buah yang bentuknya
mencolok dan ukurannya makroskopik.
Jamur tiram adalah jenis jamur kayu yang memiliki kandungan nutrisi
tinggi antara lain protein, lemak, fosfor, besi, thiamin dan riboflavin. Jamur
tiram mengandung 18 macam asam amino yang dibutuhkan oleh tubuh manusia dan
tidak mengandung kolesterol. Jenis asam amino yang terkandung dalam jamur tiram
adalah isoleusin, lisin, methionin, sistein, penilalanin, tirosin, treonin,
triptopan, valin, arginin, histidin, alanin, asam aspartat, asam glutamat,
glisin, prolin, dan serin.
Pembibitan merupakan tahapan budidaya yang memerlukan ketelitian tinggi
karena harus dilakukan dalam kondisi steril dengan menggunakan bahan dan
peralatan khusus. Awal budidaya jamur membutuhkan biakan murni yang bebas dari
kontaminasi dan memiliki sifat-sifat genetic yang baik dalam hal kualitas
maupun kuantitas. Keberhasilan seorang pengusaha atau petani jamur dalam
budidaya jamur sangat tergantung pada cara pemeliharaan dan penyimpanan biakan
murni miselium jamur, sehingga jamur tetap mempunyai produktivitas yang tinggi.
Dengan demikian miselium atau biakan murni miselium merupakan inti yang sangat
menentukan dalam budidaya jamur. Dalam kegiatan pembibitan dikenal istilah BMM
yaitu Biakan Murni Miselium.
1.2.Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas,
maka dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut :
1. Mengetahui proses pembuatan bibit induk jamur
tiram putih menggunakan metode biakan murn miselium (BMM).
2. Mengetahui bagian badan buah jamur yang dapat
digunakan sebagai sumber eksplan bibit induk jamur tiram dalam metode Biakan
Murni miselium (BMM).
3. Mengetahui tata laksana pembuatan bibit jamur
tiram putih dalam metode Biakan Murni Miselium(BMM).
4. Mengetahui keuntungan dan kerugian dalam
menmggunakan Biakan Muni Miselium (BMM).
1.3.Tujuan
Praktikum
ini bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui proses pembuatan bibit induk
jamur tiram putih menggunakan metode biakan murn miselium (BMM).
2. Untuk mengetahui bagian badan buah jamur yang
dapat digunakan sebagai sumber eksplan bibit induk jamur tiram dalam metode
Biakan Murni miselium (BMM).
3. Untuk mengetahui tata laksana pembuatan bibit
induk jamur tiram putih dalam metode Biakan Murni Miselium (BMM).
4. Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian
dalam menmggunakan Biakan Muni Miselium (BMM).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bibit berdasarkan pengertiannya adalah merupakan bahan tanam yang
diambil dari bagian tanaman (akar, batang, dan daun) yang digunakan untuk
fungsi budidaya tanaman berikutnya. Batasan tersebut digunakan juga dalam dunia
jamur tetapi dalam dunia perjamuran tidak dikenal istilah benih jamur, meskipun
penumbuhannya melalui spora hasil perkembangbiakan generatif (Sugianto, 2002).
Metode pembuatan bibit jamur tiram yang dikenal di indonesia dapat
dibedakan menjadi dua sistem. Sistem yang pertama dilakukan melalui cetakan
spora dan yang kedua dilakukan dengan melalui kultur jaringan. Metode kultur
spora jarang dilakukan karena produksi yang dihasilkan banyak mengalami
penyimpangan dari induknya. Metode yang banyak dilakukan adalah metode kultur
jaringan sepenuhnya mengacu pada dasar – dasar mikrobiologi. Metode kultur
jaringan tersebut setelah menggunakan eksplan untuk mendapatkan biakan murni.
Biakan murni adalah bibit awal dari jamur tiram. Bibit inilah yang kemudian
diperbanyak untuk bibit induk dan bibit tanam. (Suriawiria, 2000, Sugianto, 2002).
Pembibitan jamur pada suatu media biakan dan bibit induk memerlukan
kondisi dan teknik aseptis oleh sebab itu diperlukan dasar pengetahuan tentang
mikrobiologi sebab biakan tersebut harus murni dan tidak boleh terkontaminasi
oleh jasad mikro lain. Kemampuan untuk menguasai teknik tersebut mutlak harus
dikuasai oelh seorang pembibit jamur. Pembibitan jamur sebaiknya dilakukan di
tempat yang bersih dan tidak banyak angin, sehingga tujuan untuk mendapatkan
biakan jamur yang murni seperti yang diinginkan dapat tercapai. Pekerjaan ini
biasanya dilakuakn didalam kotak inokulasi atau (laminar air flow) berlapis (Gunawan, 2001).
Rangkaian pembibitan jamur kayu dengan dua metode tersebut diatas
selalui melalui tahapan pembuatan biakan murni sehingga dikenal dengan metode
Biakan Murini Miselium (BMM). Penumbuhan biakan murni dapat dilakukan pada
berbagai macam media tetapi yang paling banyak digunakan adalah media Potatos Dextros Agar (PDA) (Gunawan,
2000; Sugianto 2004). Rangkaian metode
BMM diawali dari persiapan alat, bahan, dan pembuatan biakan murni. Pembuatan
biakan murni membutuhkan tiga tahap yang meliputi pengambilan spora atau
jaringan dari jamur, pembuatan media agar (PDA), proses inokulasi (Sugianto,
2005).
1. Pengambilan Spora atau Jaringan Jamur : dalam
hal ini yang harus diperhatikan adalah metode pelaksanaannya dalam
mengambil(mengisolasi) bagian tanaman, seperti protoplasma, sel, jaringan dan
organ, serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik. Jamur yang akan dijadika
tetua atau sumber spora harus dipilih dari strain yang unggul, sehat dan
memilki daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan. Spora terletak dibawah
tudung tepatnya pada insang. Tudung dibersihkan dan permukaannya didesifektan
dengan alkohol 70% kemudian dipotong dengan pisau steril. Spora ditangkap atau
dicetak dengan bantuan kertas filetr. Hasil cetakan spora disimpan pada lemari
pendingin. Spora dikecambahkan pada cawan petri yang telah diisi dengan media
agar, kemudian di inokulasikan pada biakan agar miring pada tabung reaksi.
Dalam hal ini memerlukan kecermatan dan penguasaan teknik mikrobiologi yang
tinggi. Namun kesulitan dalam pembuatan bibit ini dapat diatasi dengan cara
kultur jaringan, disamping tingkat keberhasilannya tinggi juga waktunya relatif
singkat. Kelebihan lain kerana bibit diambil jaringan induk amka kemungkinan
ketidaksesuaian anatara sifat induk dengan turunan relatif lebih kecil (Sugianto,2004).
Semua bagian bauh dapar dapat diisolasikan
sebagai bahan untuk membuat biakan murni. Namun jaringan yang terletak diatas
ujung tangkai lebih disukai, karena pada bagian ini miselium pada umumnya akan
tumbuh aktif (Sugianto, 2002; Gunawan, 2005).
2. Pembuatan Media Agar (PDA).
Media biakan didefinisikan suatu substrat
atau wahana untuk pertumbuhan jamur. Berdasarkan pada macam bahan yang
digunakan, media untuk membiakan jamur ada tiga macam, yaitu : media alam,
media semi sintetik, dan media sintetik. Media lam dicirikan dengan komposisi
zat gizi yang terkandung didalamnya tidak dapat diketahui dengan pasti,
kandungannya berubah – ubah tergantung pada macam bahan alam yang digunakan.
Ciri media smei sintetik selain bahan alam yang digunakan ditambah dengna bahan
kimia yang komposiisnya diketahui dengan pasti, contohnya adalah PDA. Sedangkan
pada media sintetik semua kandungan nutrisi bahan tersebut dapat diketahui
dengan pasti, contoh czapek agar. Media untuk menumbuhkan jamur pangan pada
umumnya merupakan media lam media semi sintetik (Gunawan, 2005). Suginato
(2004) menjelaskan bahwa media yang umum digunakan untuk membuat biakan murni
dari jamur kayu adalah PDA (Potatoes Dextrose Agar), PDAY Amandemen (Potatoes
Dextrose Yeast Agar), dan MEA (Malt Extracs Agar). Diantara ketiganya PDA
merupakan media yang paling murah dan akurasi hasilnya dan sering digunakan. Adanya
kontaminan sanagat mempengaruhi keberhasilan pertumbuhan miselium, maka dari
itu sebelum digunakan media disterilkan, dibebaskan dari kehidupan jasad makro.
Cara yang umum digunakan adalah panas lembab (cara basah) dengan menggunakan
autoklav. Tekanan yang diperlukan 15 lb selama 15 menit pada temperatur 1210C.
3. Inokulasi dari Biakan Murni.
biakan murni ditetapkan sebagai biakan yang diberi kode F1
atau keturunan F1. Biakan murni F1 diperbanyak pada agar
– agar miring dan jika seluruh permukaan agar – agarnay telah dipenuhi miselium
maka biakan ini merupakan keturuna F 2 atau biakan induk F2(Gunawan,
2005).
Kelemahan Metode Biakan Murni Miselium (BMM) adalah berdasarkan hasil
evaluasi dan pengalaman bertahun – tahun dari peneliti maka metode BMM memiliki
beberapa kelemahan antara lain: (1). Waktu dari persiapan sampai diperoleh
bibitnturunan ke tiga diperlukan waktu ideal 132 hari. Jika bibit harus melalui
tahap pengujian sampai pengukuran Efisiensi Biokonversi waktu yang diperlukan
252 hari. Konsekuensi dari hal itu maka menyebabkan harga bibit jamur kayu
relatif mahal. Upaya – upaya yang selama ini dilakukan oleh para pemerhati di
bidang pembibitan jamur masih berkisar mencari formula untuk mempercepat proses
pembibitan. Hal ini tetap tidak membawa perubahan berarti karena metode yang
digunakan tetap. Jalan satu – satunya untuk mempercepat proses pembibitan maka
sangat diperlukan metode yang jauh lebih efektif dan efesien tetapi hasilnya
minimal sama kualitasnya dengan metode BMM. Setelah melalui proses kajianyang
panjang ternyata ada metode yang snagat memberikan harapan untuk mempercepat
proses pembibitan jamur kayu dengan metode TEL (Sugianto,2013).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum pembuatan
bibit jamur tiram dilaksanakan pada hari rabo dan kamis tanggal 01 – 02 mei 2013. Bertempat di laboratorium terpadu
fakultas pertanian, Universitas islam malang. Dimulai dari pukul 13.30 s/d
selesai. Dan inokulasi dilakukan dihari kamis.
3.2.Alat dan Bahan
3.2.1. Alat – Alat
Alat yang digunakan dalam
praktikum ini yaitu : Lampu bunsen, Hand ssprayer, Botol gepeng, Autoclave,
Masker, Kaos tangan plastik, Pisau sayat, Pinset, saringan dan corong,
Timbangan listrik, plasti sebagai penutup botol, karet dan Laminar Air
Flow(LAF).
3.2.2. Bahan – Bahan
Bahan yang digunakan dalam
praktikum ini adalah alkohol 70%, Kentang (dikupas dan dipotong kecil – kecil)
200 gram, Dekstrose 20 garm, Agar – agar batang 20 gram, Aquades 1000 ml dan
jamur tiram putih.
3.3. Cara
Kerja
3.3.1.Langkah – langkah dalam pembuatan media
Biakan Murni Miselium (BMM) adalah sebagai berikut :
1.
Mengupas
kentang dan memotongnya kecil - kecil, kemudian direbus didalam panci yang
berisi aquades 500 ml sampai mendidih kurang lebih 15 menit.
2.
Secara
terpisah, memasak agar – agar dengan aquades sebanyak 500 ml sampai agar – agar
larut, kemudian memasukkan dekstrose
kedalamnya dan mengaduk hingga homogen
dan mendidih.
3.
Setelah
mendidih didiamkan sejenak lalu dimasukkan kedalam botol gepeng yang telah
disiapkan dan disterilkan.
3.3.2. Langkah – Langah pengisian media
Biakan Murni Miselium (BMM) adalah sebagai berikut :
1.
Botol gepeng dikeringkan dan disterilkan dalam autoklaf selama 1 jam, kemudian
botol yang teah disterilakan dibungkus dengan kertas dan didinginkan.
2.
Botol gepeng diisi PDA yang telah dicairkan, kemudian dituangkan pada botol
gepeng yang telah dipersiapkan.
3.
Botol gepeng yang telah disterilakan diletakkan pada posisi tidur, sehingga
salah satu permukaannya dipenuhi oleh media tersebut.
4.
Jika media PDA telah padat maka peletakkan botol dibalik sehingga bagian yang
dipenuhi media PDA terletak dibagian atas botol gepeng.
5.
Botol gepeng di tutup kembali dan di bungkus kertas kembali, kemudian disimpan
didalam ruangan selama ± 1 minggu untuk megetahui media terkontaminasi atau
tidak.
3.3.3. Langkah – Langkah inokulasi eksplan
untuk metode Biakan Murni Miselium (BMM) sebagai berikut :
1.
Memilih jamur yang akan dijadikan tetua atau sumber eksplan. Sumber eksplan
diambil dari strain yang unggul, sehat, dan memiliki daya adaptasi yang terbaik
terhadap lingkungan.
2.
Pisau sayat dibakar terlebih dahulu sampai berwarna merah, kemudian dibiarkan
sebentar setelah itu baru digunakan.
3.
Membersihkan tudung dan permukaannya didesifektan dengan alkohol 70% kemudian
dipotong dengan pisa steril.
4.
Mengambil
eksplan dari bagian tudung (insang/lamela) atau batang, kemudian meletakkan
pada botol gepeng yang telah diisi dengan media PDA.
5.
Menanam
eksplan yang dilakukan didalam en cas yang telah disterilkan dan prosesnya
dilakukan secara aseptis.
6.
Botol
gepeng yang telah diisi oleh eksplan diinkubasikan sampai media penuh dengan
miselium jamur tiram putih.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bedasarkan
hasil praktikum yang telah dilaksanakan, bahwa dari 10 botol gepeng yang di isi
media PDA dan ditanami eksplan hanya 2 botol yang berhasil dalam praktikum ini.
Sedangkan 8 botol lainnya terkontaminasi yang diduga akibat serangan jamur –
jamur lain seperti Mucor sp, Trichoderma
sp, Penicillium sp yang ditunjukkan dengan adanya bercak – bercak hitam dan
hijau pada media bibit.
Pengamatan
dilakukan ± 2 minggu setelah inokulasi eksplan. Dengan variabel pengamatan
adalah tingkat kontaminasi dan kemampuan miselium memenuhi botol gepeng. Diketahui
bahwa dalam minggu pertama sudah didapati beberapa botol yang terkontaminasi
oleh jamur lain seperti yang paling terlihat adalah Penicillim sp dan Mucor sp
yang di tandai dengan nampaknya bercak – bercak hitam pekat dan coklat di sekitar media PDA. Sekitar 4
yang terkontaminasi oleh penyakit jamur tersebut. Dalam pengamatan yang
dilakukan pada minggu kedua bahwa tingkat kontaminannya semakin tinggi dengan
bertambahnya penyakit jamur seperti Mucor
sp, Trichoderma sp, Penicillium sp pada botol gepeng yang ke 4, sehingga
yang berhasil hanya 2 botol bibit induk BMM dan dintyatakan bahwa tingkat
kontaminasi tinggi. Kontaminasi diduga berasal dari sterilisasi yang kurang,
alat yang digunakan, media PDA, atau bahkan juga dapat dikarenakan jamur tiram
yang dijadikan eksplan kurang baik.
Untuk
kemampuan miselium memenuhi botol gepeng dapat dikatakan lambat, hal ini
kemungkinan dikarenakan beberapa faktor yaitu factor fisik, kimia ataupun
biologi. Diantaranya yaitu suhu, pH, kelembaban, kandungan air, O2,
CO2, kualitas kultur jamur (F0), dan kontaminan. Miselium jamur
tiram akan tumbuh optimal pada suhu 250 C dan kelembaban udara pada
85-95% serta pH pada 5,5 – 6 – 5. Selama pertumbuhan miselium akan terjadi
perubahan pH (akibat dari perombakan lignoselulosa menjadi senyawa-senyawa
organic), oleh karena itu perlu ditambahkan kapur untuk mempertahankan
kstabilan pH. Miselium senang pada kondisi semi anaerob yang berarti hanya
butuh oksigen dalam kadar yang sedikit saja, dan berkebalikan dengan kebutuhan
CO2, miselium suka dengan kondisi CO2 yang tinggi yaitu sekitar 22-28%.
Kualitas kultur jamur F0 pun harus baik, agar mendapatkan bibit F1 yang baik
pula. Ciri-ciri bibit F0 dengan kualitas baik adalah miselium yang tumbuh pada
media PDA terlihat putih tebal dan tidak terkontaminasi.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang
telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1.
Dari 10
botol gepeng dengan media PDA hanya 2 botol gepeng yang dinyatakan berhasil, Sedangkan
yang lain dinyatakan terkontaminasi.
2.
Kontaminasi
media PDA dapat disebabkan oleh penyakit jamur Mucor sp, Trichoderma sp, Penicillium sp, selain itu juga
kemungkinan juga disebabkan oleh sterilisasi yang kurang, alat yang digunakan
kurang steril, media PDA, atau bahkan juga dapat dikarenakan jamur tiram yang
dijadikan eksplan kurang memenuhi syarat.
3. Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
miselium jamur tiram dibagi atas faktor fisik, kimia, dan biologis. Diantarnay
adalah suhu, pH kelembapan, kandungan air, O2, CO2,
kualitas ekplan, kontaminasi.
5.2. Saran
Dari hasil praktikum yang
telah dilakuakan disarankan bahwa ketika melaksanakan kegiatan pembibitan dapat
menjaga kebersihan alat, tempat dan kita sebagai pelakunya. Apabila hal – hal
tersebut tidak berkesinambungan maka sudah dapt dilihat akan terjadi yang tidak
sesuai, seperti terjadinya kontaminasi. Selain itu dalam pembibitan ini juga
diperlukan latihan berkali – kali untuk membuat terbiasa atau mahir dalam
pembibitan dan dapat mengurangi tingkat kontaminasi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Yang mempengaruhi pertumbuhan
miselium jamur. file:///D:/Faktor/pertumbuhan/miselium/pada/bibit/jamur/pelatihanjamur.com.html
Diakses
31 mei 2013
Anonim. 2011. Berkah jamur. http://berkahjamurtiram.blogspot.com/2011/05/hama-dan-penyakit-yang-sering-menyerang.html.
Diakses
31 mei 2013
Anonim. 2012. Kultur jaringan. http://kulturjaringananggre.blogspot.com/2012/06/pembibitan-panen-dan
penanganan. html.
Diakses
31 mei 2013
Cahyana
YA, Muchrodji, Bakrun M.1999. Jamur tiram, Pembibitan,
Pembudidayaan, Analisis Usaha. Bogor. PT Penebar Swadaya, Anggota IKAPI.
Gunawan, 2001. Usaha Pembibitan Jamur. Penebar Swadaya. Bogor. 112 hal.
Djarijah, N.M dan Djarijah, A.S. 2001. Budidaya Jamur Tiram. Kanisius. Yogyakarta.
67 hal.
Suriawiria. 2002. Budidaya Jamur Tiram. Yogyakarta. Kanisius.
Sugianto, A. 2002. Topik Ekologi Jamur Tiram Putih dan Apek Budidayanya. PPS Unpad.
Bandung 71 hal.
Sugianto, A, 2004. Respon Jamur Tiram Putih Terhadap Substrat Bervariasi Rasio C/N dan Penambahan Nutrisi AGS+. Disertasi. PPs Universitas Padjadjaran
bandung.
Sugianto, A. 2005. Pengujian Model Injeksi Nutrisi Cair AGS+ Pada Jamur Tiram
Putih (Pleurotus ostreatus) Dengan
Substrat Bervariasi Rasio C/N. Journal AGRITEK Vol. 13 No.1 : 18 – 23 hal.
*** TEL...
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Indonesia
mempunyai kekayaan alam yang subur terutama dari berbagai macam jenis jamur.
Sejak dahulu kala jamur sudah dimanfaatkan oleh nenek moyang untuk obat –
obatan, tetapi pembudidayaannya masih sedikit baik jenis maupun jumlahnya.
Bedasarkan sifat hidupnya dapat dibagi menjadi jamur beracun dan jamur yang
tidak beracun. Jamur yang tidak beracun ada yang dibudidayakan dan mempunyai
nilai ekonomis tinggi, yang salah satunya adalh jamur tiram putih (Cahyana,
1998 dalam Hendrarto dkk(2008).
Tingkat
produktifitas jamur di indonesia saat ini masih rendah, hal ini disebabkan oleh
rendahnya teknologi budidaya yang digunakan serta masih sedikitnya petani yang
menguasai teknologi pembibitan. Bibit yang langkah menyebabkan keberadaan bibit
menjadi faktor pembatas dalam produksi serta merupakan faktor yang sangat
mempengaruhi junlah produksi yang berakibat mahalnya harga bibit.
Perkembangan
teori pembibitan jamur di indonesia sampai saat ini tidak mengalami
perkembangan yang berarti, dasar teorinya masih impor dari negara China dan
Jepang. Metode pembibitan yang telah dikembangkan adalah metode Biakan Murni
Miselium (BMM). Berdasarkan rangkaian hasil penelitian menunjukkan bahwa metode
ini kurang aplikabel dan memerlukan waktu yang cukup panjang dan rumit.
Beberapa hal yang belum bisa ditangani anatara lain : (1) Bagaimana
memperpendek waktu pembibitan karena metode BMM memerlukan waktu yang cukup
panjang, yakni berkisar antara 60 – 80 hari. (2) sejauh ini belum ada metode
lain yang lebih sederhana dan memiliki akurasi tinggi (Sugianto, 2012).
Keberhasilan
budidaya jamur ditentukan oleh kualitas bibit, proses budidaya dan kualitas
media tanam yang digunakan. Teknologi
pembibitan memegang peran penting dalam usaha budidaya jamur. Pemanfaatan
bioteknologi pada budidaya jamur di indonesia sampai saaat ini masih terbatas, diantaranya pada
teknik kultur jaringan. Kultur jaringan diutamakan pada jamur yang sulit
dikembangkan secara generatif dan memerlukan waktu yang relatif lama (Widrayanto,
2005).
Media
merupakan suatu substrat untuk menumbuhkan jamur. Pada umumnya dilaboratorium
media yang digunakan adalah bahan pemadatan berupa agar – agar. Berdasarkan
macam bahan yang digunakan terdapat tiga macam media biakan jamur, yaitu media
alam, media sintetik dan media semi sintetik. Pada media alam komposisi zat
gizi tidak dapat diketahui secara pasti setiap waktu karena komposisinay
berubah – uabah tergantung bahan asalnya seperti kentang, merang, serangga dan
lainya. Dalam media semi sintetik selain
bahan alam digunakan pula zat kimia yang komposisinya diketahui dengan
tepat. Media sintetik yaitu agar – agar dekstrisa kentang (ADK) yang dikenal
pula sebagai Photato Dextrose Agar
(PDA) (Gunawan, 2001).
Uraian
di atas mendasari bahwa keberhasilan pembibitan jamur sanagt tergantung pada
sumber eksplan, sebab sumber eksplan yang baik akan menghasilkan bibit yang
berkuallitas. Budidaya jamur juga tergantung pada ketepatan formulasi media
tanam. Formulasi media tanam berpengaruh langsung terhadap efektivitas
produksi. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk penemuan metode baru
yang lebih efektif dan efesien untuk pembibitan jamur yaitu dengna metode Tanam
Eksplan Langsung (TEL).
1.2.Rumusan
Masalah
Dari uraian
latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai
berikut :
1. Mengetahui proses pembuatan bibit induk jamur
tiram putih menggunakan metode Tanam Eksplan Langsung (TEL).
2. Mengetahui bagian badan buah jamur yang dapat
digunakan sebagai sumber eksplan bibit induk jamur tiram dalam metode Tanam
Eksplan Langsung (TEL).
3. Mengetahui tata laksana pembuatan bibit jamur
tiram putih dalam metode Tanam Eksplan Langsung (TEL).
1.3.Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui proses pembuatan bibit induk
jamur tiram putih menggunakan metode Tanam Eksplan Langsung (TEL).
2. Untuk mengetahui bagian badan buah jamur yang
dapat digunakan sebagai sumber eksplan bibit induk jamur tiram dalam metode
Tanam Eksplan Langsung (TEL).
3. Untuk mengetahui tata laksana pembuatan bibit
jamur tiram putih dalam metode Tanam Eksplan Langsung (TEL).
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
Jamur tiram atau oyster mushroom karena bentuk tudungnya agak membulat, lonjong dan
melengkung seperti cangkang tiram, batang tidak berada di tengah tudung, tetapi
agak ke pinggir (Suhardiman, 1989). Jamur tiram puith adalah jamur yang tumbuh
berderet menyamping pada batang kayu lapuk, termasuk golongan jamur yang
memiliki spora berwarna, memiliki tubuh guah yang tumbuh mekar membentuk corong
dangkal seperti kulit kerang (tiram, tubuh buah memilki tudung dan tangkai
(Nunung dan Abbas, 2001).
Jamur
tiram atau disebut juga jamur kayu dapat berkembang biak secara kawin (seksual)
dan tidak kawin (aseksual). Reproduksi seksual dapat dicirikan dengan adanya
peleburan dua inti dengan urutan terjadinya plasmogani, kariogami, dan
miosisis. Lebih lanjut Sugianto (2005) menjelaskan bahwa reproduksi seksual
merupakan salah satu cara speise jamur untuk mempertahankan diri karena umumnya
struktur reproduksi seksual tahan terhadap keadaan lingkungan yang ekstrim
dibandingkan struktur somanya dan struktur reproduksi aseksual.
Bibit
jamur merupakan bahan tanam yang diperoleh dari bagian organ jamur seperti
spora, tudung buah atau batang/tangaki yang akan digunakan untuk bahan tanam
pada budidaya jamur. Pembibitan sebagai salah satu bagian yang penting agar
proses budidaya jamur dapat berhasil dengan baik dan berkelanjutan. Dalam
kegiatan pertanian selain teknik budidaya, pembuatan bibit merupakan salah satu
kegiatan sub budidaya yang memnduduki posisi penting (Rachmat, 2000).
Chang
dan Miles, (1989) dalam Lailatul Mufarrihah (2009) menambahkan, bibit jamur
merupakan faktor yang menentukan seperti halnya bibit untuk tanaman lainnya,
karena dari bibit yang unggul akan menghasilkan tubuah yang berkualitas tinggi
dan memungkinkan dapat beradaptasi terhadap lingkungan yang lebih baik.
Menurut
Nunung dan Abbas (2001) jamur merupakan jenis tanaman yang tidak memilki
klorofil. Namun jamur mempunyai inti, spora dan merupakan sel – sel lepas atau bersambungan
membentuk benang – benang yang disebut hifa (sehelai benag) dan miseliu
(kumpulan hifa). Miselium jamur bercabang – cabang dan pada titk – titik
pertemuan membentuk bitil kecil yang disebut sporagium yang akan tumbuh menjadi
pinhed (tunas atau calon tubuh buah
jamur). Dan akhirnya berkembang menjadi jamur.
Pembibitan jamur sebaiknya dilakukan di tempat yang bersih dan tidak
banyak angin, sehingga tujuan untuk mendapatkan biakan jamur yang murni seperti
yang diinginkan dapat tercapai. Pekerjaan ini biasanya dilakuakn didalam kotak
inokulasi atau (laminar air flow)
berlapis (Gunawan, 2001).
Pembibitan yang paling terbaru dalam dunia pembibitan jamur tiram putih
adalah metode TEL (Tanam Eksplan Langsung). Bedasarkan studi pendahuluan yang
telah dilakuakan metode TEL hanya memerlukan enam tahap dalam memdapatkan bibit
siao tanam. Teori yang menyatakan bahwa bibit jamur tidak pernah ada yang
langsung F1 dapat terbantahkan dengan adanaya fenomena metode TEL. Eksplan yang
telah tumbuh pada media bibit induk memiliki kecepatan untuk beradapatasi jauh
lebih baik jika dibandingkan dengan penggunaan metode BMM (Sugianto, 2004 dan
2005).
Miselium yang telah mengalami pertumbuhan dari eksplan yang ditanam
langsung memilki beberapa kelebihan antara lain : daya adaptasi lebih baik,
pertumbuhan miselium lebih cepat, warna miselium putih bersih dengan banyak
percabangan, kemampuan menyerap nutrisi lebih besar dibanding dengan metode
Biakan Murni Miselium (BMM). Selain itu pelaksanaan kerja pada metode TEL
sangat sederhana tidak memerlukan alat – alat seperti cawan petri, tabung
reaksi, dan bahan – bahannya tidak
semahal metode BMM. Dari segi evaluasi hanya diperlukan dua kali evaluasi yaitu
setelah pembuatan bibit induk dan setelah pembuatan bibit turunan. Fungsi utama
dari evaluasi adalah menghindarkan bibit dari kontaminasi mikroorganisme, sebab
adanya kontaminan dapat merusak bahkan mematikan miselium jamur yang ditanam
(Sugianto, 2012).
Bibit jmaur yang
berkualitas memiliki beberapa kriteria antara lain : warna putih bersih, arah
miselium lurus kebawah, tidak spot, tingkat kontaminasinya tidak boleh lebih
dari 10% (Cahyana, dkk, 1999, Suriawiria, 2002).
BAB
III
METODELOGI
DAN PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum pembuatan
bibit jamur tiram dilaksanakan pada hari rabu dan kamis tanggal 08 – 09 mei 2013. Bertempat di laboratorium terpadu
fakultas pertanian, Universitas islam malang. Dimulai dari pukul 13.30 s/d
selesai. Dan inokulasi dilakukan dihari kamis.
1.2. Alat
dan Bahan
3.2.2. Alat – Alat
Alat yang digunakan dalam
praktikum ini yaitu : Lampu bunsen, Hand ssprayer, Botol gepeng, Autoclave,
Masker, Kaos tangan plastik, Pisau sayat, Pinset, Timbangan listrik, plasti
sebagai penutup botol, karet dan Laminar Air Flow(LAF).
3.2.2.
Bahan – Bahan
Bahan yang digunakan dalam
praktikum ini adalah alkohol 70%, biji padi 20%, bekatul 10%, gypsum 1,5%,
SP-36 0,5 %, CaCO3 0,5 %, Aquades 40% dan jamur tiram putih.
1.3. Cara Kerja
1.4. Langkah – Langkah dalam pembuatan media
dengan metode Tanam Eksplan Langsung (TEL), adalah sebagai berikut :
1. Botol-botol
yang digunakan dicuci dan dikeringanginkan dibawah terik matahari.
2. Biji
padi dicuci bersih dan biji yang mengapung dipisahkan.
3. Merebus
biji padi yang bernas dalam panci sampi biji merekah ± 1 jam.
4. Biji
padi yang sudah merekah ditiriskan dan setelah dingin ditambah dengan
bahan-bahan lain, hingga homogenkan sampai menjadi campuran substrat yang baik.
Subtrat yang baik di tandai dengan
apabila diambil dan dikepali dengan tangan tidak hancur dan tetap membentuk
kepalan.
5. Setelah
substrat siap, kemudian memasukkan kedalam botol gepeng dengan kepadatan yang
sedang sampai dengan ketinggian hampir sampai di leher botol.
6. Media
dalam botol kemudian dibersihkan dari substrat yang masih menempel dan kemudian
menutupnya menggunakan plastik.
7. Setelah
semua botol siap dalam keadaan tertutup plastik kemudian disterilkan
menggunakan autoklaf dengan suhu 120ºC, selama 1 jam dan setelah mencapai suhu
120ºC uap panas dikeluarkan dengan menarik sumbu diatas penutup autoklaf yang
sudah disediakan.
8. Setelah
1 jam selesai, bibit dikeluarkan dari autoklaf dan didinginkan ±semelam dan
siap diinokulasi. Inokulasi dilakukan dengan cara aseptis dalam laminar air flow cabinet.
3.3.3. Langkah
– Langkah inokulasi eksplan metode Tanam Eksplan Langsung (TEL), adalah sebagai
berikut :
1. Membersihkan
dan menyeprot laminar air flow cabinet
menggunakan alkohol 70 % dan lampu UV dinyalakan dan didiamkan 5 menit.
2. Semua
peralatan inokulasi dimasukkan kedalam laminar
air flow cabinet dan disemprot
alkohol 70% dan memastikan tubuh kita dalam keadaan steril.
3. Sebelum
memulai menyayat eksplan pinset disterilkan dengan cara memanaskan diatas lampu
bunsen sampai ujungnya kelihatan merah, dan didinginkan setelah itu digunakan.
4. Jamur
yang digunakan sebagai bibit atau eksplan disayat atau dipotong dengan ukuran ± 1 cm, kemudian
dimasukkan dalam botol dan menutupnya menggunakan kertas yang sudah disterilkan
terlebih dahulu. Bagian eksplan yang digunakan bisa dari tudung, batang maupun
insang.
5. Setelah
eksplan dimasukkan kedalam bobot bibit kemudian botol ditutup menggunakan
kertas dan diikat menggunakan karet.
6. Memasang
kertas milimeter pada dinding botol, hal ini digunakan untuk menandai seberapa
cepat kemampuan miselium tumbuh memenuhi media.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar