Jumat, 04 April 2014

Laporan "Budidaya & Pembibitan Jamur Tiram Putih"

***BMM..


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Jamur merupakan organisme eukariot (sel-selnya mempunyai inti sejati) yang digolongkan ke dalam kelompok cendawan sejati dengan dinding sel jamur terdiri atas zat kitin. Tubuh atau soma jamur disebut hifa yang berasal dari spora dan sel jamur tidak mengandung klorofil. Jamur memperoleh makanan secara heterotrof dari bahan organik yang ada di sekitar dengan bantuan enzim yang dihasilkan oleh hifa kemudian diserap. Jamur tiram membentuk struktur reproduksi seksual yang berada di dalam struktur tubuh buah yang bentuknya mencolok dan ukurannya makroskopik.
Jamur tiram adalah jenis jamur kayu yang memiliki kandungan nutrisi tinggi antara lain protein, lemak, fosfor, besi, thiamin dan riboflavin. Jamur tiram mengandung 18 macam asam amino yang dibutuhkan oleh tubuh manusia dan tidak mengandung kolesterol. Jenis asam amino yang terkandung dalam jamur tiram adalah isoleusin, lisin, methionin, sistein, penilalanin, tirosin, treonin, triptopan, valin, arginin, histidin, alanin, asam aspartat, asam glutamat, glisin, prolin, dan serin.
Pembibitan merupakan tahapan budidaya yang memerlukan ketelitian tinggi karena harus dilakukan dalam kondisi steril dengan menggunakan bahan dan peralatan khusus. Awal budidaya jamur membutuhkan biakan murni yang bebas dari kontaminasi dan memiliki sifat-sifat genetic yang baik dalam hal kualitas maupun kuantitas. Keberhasilan seorang pengusaha atau petani jamur dalam budidaya jamur sangat tergantung pada cara pemeliharaan dan penyimpanan biakan murni miselium jamur, sehingga jamur tetap mempunyai produktivitas yang tinggi. Dengan demikian miselium atau biakan murni miselium merupakan inti yang sangat menentukan dalam budidaya jamur. Dalam kegiatan pembibitan dikenal istilah BMM yaitu Biakan Murni Miselium.

1.2.Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut :
1.    Mengetahui proses pembuatan bibit induk jamur tiram putih menggunakan metode biakan murn miselium (BMM).
2.    Mengetahui bagian badan buah jamur yang dapat digunakan sebagai sumber eksplan bibit induk jamur tiram dalam metode Biakan Murni miselium (BMM).
3.    Mengetahui tata laksana pembuatan bibit jamur tiram putih dalam metode Biakan Murni Miselium(BMM).
4.    Mengetahui keuntungan dan kerugian dalam menmggunakan Biakan Muni Miselium (BMM).

1.3.Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk :
1.    Untuk mengetahui proses pembuatan bibit induk jamur tiram putih menggunakan metode biakan murn miselium (BMM).
2.    Untuk mengetahui bagian badan buah jamur yang dapat digunakan sebagai sumber eksplan bibit induk jamur tiram dalam metode Biakan Murni miselium (BMM).
3.    Untuk mengetahui tata laksana pembuatan bibit induk jamur tiram putih dalam metode Biakan Murni Miselium (BMM).
4.    Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian dalam menmggunakan Biakan Muni Miselium (BMM).


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Bibit berdasarkan pengertiannya adalah merupakan bahan tanam yang diambil dari bagian tanaman (akar, batang, dan daun) yang digunakan untuk fungsi budidaya tanaman berikutnya. Batasan tersebut digunakan juga dalam dunia jamur tetapi dalam dunia perjamuran tidak dikenal istilah benih jamur, meskipun penumbuhannya melalui spora hasil perkembangbiakan generatif (Sugianto, 2002).
Metode pembuatan bibit jamur tiram yang dikenal di indonesia dapat dibedakan menjadi dua sistem. Sistem yang pertama dilakukan melalui cetakan spora dan yang kedua dilakukan dengan melalui kultur jaringan. Metode kultur spora jarang dilakukan karena produksi yang dihasilkan banyak mengalami penyimpangan dari induknya. Metode yang banyak dilakukan adalah metode kultur jaringan sepenuhnya mengacu pada dasar – dasar mikrobiologi. Metode kultur jaringan tersebut setelah menggunakan eksplan untuk mendapatkan biakan murni. Biakan murni adalah bibit awal dari jamur tiram. Bibit inilah yang kemudian diperbanyak untuk bibit induk dan bibit tanam.  (Suriawiria, 2000, Sugianto, 2002).
Pembibitan jamur pada suatu media biakan dan bibit induk memerlukan kondisi dan teknik aseptis oleh sebab itu diperlukan dasar pengetahuan tentang mikrobiologi sebab biakan tersebut harus murni dan tidak boleh terkontaminasi oleh jasad mikro lain. Kemampuan untuk menguasai teknik tersebut mutlak harus dikuasai oelh seorang pembibit jamur. Pembibitan jamur sebaiknya dilakukan di tempat yang bersih dan tidak banyak angin, sehingga tujuan untuk mendapatkan biakan jamur yang murni seperti yang diinginkan dapat tercapai. Pekerjaan ini biasanya dilakuakn didalam kotak inokulasi atau (laminar air flow) berlapis (Gunawan, 2001).
Rangkaian pembibitan jamur kayu dengan dua metode tersebut diatas selalui melalui tahapan pembuatan biakan murni sehingga dikenal dengan metode Biakan Murini Miselium (BMM). Penumbuhan biakan murni dapat dilakukan pada berbagai macam media tetapi yang paling banyak digunakan adalah media Potatos Dextros Agar (PDA) (Gunawan, 2000;  Sugianto 2004). Rangkaian metode BMM diawali dari persiapan alat, bahan, dan pembuatan biakan murni. Pembuatan biakan murni membutuhkan tiga tahap yang meliputi pengambilan spora atau jaringan dari jamur, pembuatan media agar (PDA), proses inokulasi (Sugianto, 2005).
1.      Pengambilan Spora atau Jaringan Jamur : dalam hal ini yang harus diperhatikan adalah metode pelaksanaannya dalam mengambil(mengisolasi) bagian tanaman, seperti protoplasma, sel, jaringan dan organ, serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik. Jamur yang akan dijadika tetua atau sumber spora harus dipilih dari strain yang unggul, sehat dan memilki daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan. Spora terletak dibawah tudung tepatnya pada insang. Tudung dibersihkan dan permukaannya didesifektan dengan alkohol 70% kemudian dipotong dengan pisau steril. Spora ditangkap atau dicetak dengan bantuan kertas filetr. Hasil cetakan spora disimpan pada lemari pendingin. Spora dikecambahkan pada cawan petri yang telah diisi dengan media agar, kemudian di inokulasikan pada biakan agar miring pada tabung reaksi. Dalam hal ini memerlukan kecermatan dan penguasaan teknik mikrobiologi yang tinggi. Namun kesulitan dalam pembuatan bibit ini dapat diatasi dengan cara kultur jaringan, disamping tingkat keberhasilannya tinggi juga waktunya relatif singkat. Kelebihan lain kerana bibit diambil jaringan induk amka kemungkinan ketidaksesuaian anatara sifat induk dengan turunan relatif lebih kecil (Sugianto,2004).
Semua bagian bauh dapar dapat diisolasikan sebagai bahan untuk membuat biakan murni. Namun jaringan yang terletak diatas ujung tangkai lebih disukai, karena pada bagian ini miselium pada umumnya akan tumbuh aktif (Sugianto, 2002; Gunawan, 2005).
2.      Pembuatan Media Agar (PDA).
Media biakan didefinisikan suatu substrat atau wahana untuk pertumbuhan jamur. Berdasarkan pada macam bahan yang digunakan, media untuk membiakan jamur ada tiga macam, yaitu : media alam, media semi sintetik, dan media sintetik. Media lam dicirikan dengan komposisi zat gizi yang terkandung didalamnya tidak dapat diketahui dengan pasti, kandungannya berubah – ubah tergantung pada macam bahan alam yang digunakan. Ciri media smei sintetik selain bahan alam yang digunakan ditambah dengna bahan kimia yang komposiisnya diketahui dengan pasti, contohnya adalah PDA. Sedangkan pada media sintetik semua kandungan nutrisi bahan tersebut dapat diketahui dengan pasti, contoh czapek agar. Media untuk menumbuhkan jamur pangan pada umumnya merupakan media lam media semi sintetik (Gunawan, 2005). Suginato (2004) menjelaskan bahwa media yang umum digunakan untuk membuat biakan murni dari jamur kayu adalah PDA (Potatoes Dextrose Agar), PDAY Amandemen (Potatoes Dextrose Yeast Agar), dan MEA (Malt Extracs Agar). Diantara ketiganya PDA merupakan media yang paling murah dan akurasi hasilnya dan sering digunakan. Adanya kontaminan sanagat mempengaruhi keberhasilan pertumbuhan miselium, maka dari itu sebelum digunakan media disterilkan, dibebaskan dari kehidupan jasad makro. Cara yang umum digunakan adalah panas lembab (cara basah) dengan menggunakan autoklav. Tekanan yang diperlukan 15 lb selama 15 menit pada temperatur 1210C.
3.      Inokulasi dari Biakan Murni.
biakan murni ditetapkan sebagai biakan yang diberi kode F1 atau keturunan F1. Biakan murni F1 diperbanyak pada agar – agar miring dan jika seluruh permukaan agar – agarnay telah dipenuhi miselium maka biakan ini merupakan keturuna F 2 atau biakan induk F2(Gunawan, 2005).
Kelemahan Metode Biakan Murni Miselium (BMM) adalah berdasarkan hasil evaluasi dan pengalaman bertahun – tahun dari peneliti maka metode BMM memiliki beberapa kelemahan antara lain: (1). Waktu dari persiapan sampai diperoleh bibitnturunan ke tiga diperlukan waktu ideal 132 hari. Jika bibit harus melalui tahap pengujian sampai pengukuran Efisiensi Biokonversi waktu yang diperlukan 252 hari. Konsekuensi dari hal itu maka menyebabkan harga bibit jamur kayu relatif mahal. Upaya – upaya yang selama ini dilakukan oleh para pemerhati di bidang pembibitan jamur masih berkisar mencari formula untuk mempercepat proses pembibitan. Hal ini tetap tidak membawa perubahan berarti karena metode yang digunakan tetap. Jalan satu – satunya untuk mempercepat proses pembibitan maka sangat diperlukan metode yang jauh lebih efektif dan efesien tetapi hasilnya minimal sama kualitasnya dengan metode BMM. Setelah melalui proses kajianyang panjang ternyata ada metode yang snagat memberikan harapan untuk mempercepat proses pembibitan jamur kayu dengan metode TEL (Sugianto,2013).
 
BAB III
METODOLOGI  PENELITIAN
3.1  Waktu dan Tempat
       Praktikum  pembuatan bibit jamur tiram dilaksanakan pada hari rabo dan kamis tanggal 01 – 02  mei 2013. Bertempat di laboratorium terpadu fakultas pertanian, Universitas islam malang. Dimulai dari pukul 13.30 s/d selesai. Dan inokulasi dilakukan dihari kamis.

3.2.Alat dan Bahan
3.2.1. Alat – Alat
       Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu : Lampu bunsen, Hand ssprayer, Botol gepeng, Autoclave, Masker, Kaos tangan plastik, Pisau sayat, Pinset, saringan dan corong, Timbangan listrik, plasti sebagai penutup botol, karet dan Laminar Air Flow(LAF).
3.2.2. Bahan – Bahan
       Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah alkohol 70%, Kentang (dikupas dan dipotong kecil – kecil) 200 gram, Dekstrose 20 garm, Agar – agar batang 20 gram, Aquades 1000 ml dan jamur tiram putih.

3.3.  Cara Kerja
3.3.1.Langkah – langkah dalam pembuatan media Biakan Murni Miselium (BMM) adalah sebagai berikut :
1.      Mengupas kentang dan memotongnya kecil - kecil, kemudian direbus didalam panci yang berisi aquades 500 ml sampai mendidih kurang lebih 15 menit.
2.      Secara terpisah, memasak agar – agar dengan aquades sebanyak 500 ml sampai agar – agar larut, kemudian  memasukkan dekstrose kedalamnya  dan mengaduk hingga homogen dan mendidih.
3.      Setelah mendidih didiamkan sejenak lalu dimasukkan kedalam botol gepeng yang telah disiapkan dan disterilkan.
3.3.2. Langkah – Langah pengisian media Biakan Murni Miselium (BMM) adalah sebagai berikut :
1. Botol gepeng dikeringkan dan disterilkan dalam autoklaf selama 1 jam, kemudian botol yang teah disterilakan dibungkus dengan kertas dan didinginkan.
2. Botol gepeng diisi PDA yang telah dicairkan, kemudian dituangkan pada botol gepeng yang telah dipersiapkan.
3. Botol gepeng yang telah disterilakan diletakkan pada posisi tidur, sehingga salah satu permukaannya dipenuhi oleh media tersebut.
4. Jika media PDA telah padat maka peletakkan botol dibalik sehingga bagian yang dipenuhi media PDA terletak dibagian atas botol gepeng.
5. Botol gepeng di tutup kembali dan di bungkus kertas kembali, kemudian disimpan didalam ruangan selama ± 1 minggu untuk megetahui media terkontaminasi atau tidak.
3.3.3. Langkah – Langkah inokulasi eksplan untuk metode Biakan Murni Miselium (BMM) sebagai berikut :
1. Memilih jamur yang akan dijadikan tetua atau sumber eksplan. Sumber eksplan diambil dari strain yang unggul, sehat, dan memiliki daya adaptasi yang terbaik terhadap lingkungan.
2. Pisau sayat dibakar terlebih dahulu sampai berwarna merah, kemudian dibiarkan sebentar setelah itu baru digunakan.
3. Membersihkan tudung dan permukaannya didesifektan dengan alkohol 70% kemudian dipotong dengan pisa steril.
4.      Mengambil eksplan dari bagian tudung (insang/lamela) atau batang, kemudian meletakkan pada botol gepeng yang telah diisi dengan media PDA.
5.      Menanam eksplan yang dilakukan didalam en cas yang telah disterilkan dan prosesnya dilakukan secara aseptis.
6.      Botol gepeng yang telah diisi oleh eksplan diinkubasikan sampai media penuh dengan miselium jamur tiram putih.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

       Bedasarkan hasil praktikum yang telah dilaksanakan, bahwa dari 10 botol gepeng yang di isi media PDA dan ditanami eksplan hanya 2 botol yang berhasil dalam praktikum ini. Sedangkan 8 botol lainnya terkontaminasi yang diduga akibat serangan jamur – jamur lain seperti Mucor sp, Trichoderma sp, Penicillium sp yang ditunjukkan dengan adanya bercak – bercak hitam dan hijau pada media bibit.
       Pengamatan dilakukan ± 2 minggu setelah inokulasi eksplan. Dengan variabel pengamatan adalah tingkat kontaminasi dan kemampuan miselium memenuhi botol gepeng. Diketahui bahwa dalam minggu pertama sudah didapati beberapa botol yang terkontaminasi oleh jamur lain seperti yang paling terlihat adalah Penicillim sp dan Mucor sp yang di tandai dengan nampaknya bercak – bercak hitam pekat  dan coklat di sekitar media PDA. Sekitar 4 yang terkontaminasi oleh penyakit jamur tersebut. Dalam pengamatan yang dilakukan pada minggu kedua bahwa tingkat kontaminannya semakin tinggi dengan bertambahnya penyakit jamur seperti Mucor sp, Trichoderma sp, Penicillium sp pada botol gepeng yang ke 4, sehingga yang berhasil hanya 2 botol bibit induk BMM dan dintyatakan bahwa tingkat kontaminasi tinggi. Kontaminasi diduga berasal dari sterilisasi yang kurang, alat yang digunakan, media PDA, atau bahkan juga dapat dikarenakan jamur tiram yang dijadikan eksplan kurang baik.
       Untuk kemampuan miselium memenuhi botol gepeng dapat dikatakan lambat, hal ini kemungkinan dikarenakan beberapa faktor yaitu factor fisik, kimia ataupun biologi. Diantaranya yaitu suhu, pH, kelembaban, kandungan air, O2, CO2, kualitas kultur jamur (F0), dan kontaminan. Miselium jamur tiram akan tumbuh optimal pada suhu 250 C dan kelembaban udara pada 85-95% serta pH pada 5,5 – 6 – 5. Selama pertumbuhan miselium akan terjadi perubahan pH (akibat dari perombakan lignoselulosa menjadi senyawa-senyawa organic), oleh karena itu perlu ditambahkan kapur untuk mempertahankan kstabilan pH. Miselium senang pada kondisi semi anaerob yang berarti hanya butuh oksigen dalam kadar yang sedikit saja, dan berkebalikan dengan kebutuhan CO2, miselium suka dengan kondisi CO2 yang tinggi yaitu sekitar 22-28%. Kualitas kultur jamur F0 pun harus baik, agar mendapatkan bibit F1 yang baik pula. Ciri-ciri bibit F0 dengan kualitas baik adalah miselium yang tumbuh pada media PDA terlihat putih tebal dan  tidak terkontaminasi.
 
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
  Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1.      Dari 10 botol gepeng dengan media PDA hanya 2 botol gepeng yang dinyatakan berhasil, Sedangkan yang lain dinyatakan terkontaminasi.
2.      Kontaminasi media PDA dapat disebabkan oleh penyakit jamur Mucor sp, Trichoderma sp, Penicillium sp, selain itu juga kemungkinan juga disebabkan oleh sterilisasi yang kurang, alat yang digunakan kurang steril, media PDA, atau bahkan juga dapat dikarenakan jamur tiram yang dijadikan eksplan kurang memenuhi syarat.
3.      Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan miselium jamur tiram dibagi atas faktor fisik, kimia, dan biologis. Diantarnay adalah suhu, pH kelembapan, kandungan air, O2, CO2, kualitas ekplan, kontaminasi.

5.2. Saran
       Dari hasil praktikum yang telah dilakuakan disarankan bahwa ketika melaksanakan kegiatan pembibitan dapat menjaga kebersihan alat, tempat dan kita sebagai pelakunya. Apabila hal – hal tersebut tidak berkesinambungan maka sudah dapt dilihat akan terjadi yang tidak sesuai, seperti terjadinya kontaminasi. Selain itu dalam pembibitan ini juga diperlukan latihan berkali – kali untuk membuat terbiasa atau mahir dalam pembibitan dan dapat mengurangi tingkat kontaminasi.
 

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Yang mempengaruhi pertumbuhan miselium jamur. file:///D:/Faktor/pertumbuhan/miselium/pada/bibit/jamur/pelatihanjamur.com.html
Diakses 31 mei 2013

Diakses 31 mei 2013

Diakses 31 mei 2013

Cahyana YA, Muchrodji, Bakrun M.1999. Jamur tiram, Pembibitan, Pembudidayaan, Analisis Usaha.  Bogor.  PT Penebar Swadaya, Anggota IKAPI.

Gunawan, 2001. Usaha Pembibitan Jamur. Penebar Swadaya. Bogor. 112 hal.

Djarijah, N.M dan Djarijah, A.S. 2001. Budidaya Jamur Tiram. Kanisius. Yogyakarta.
            67 hal.

   Suriawiria. 2002. Budidaya Jamur Tiram. Yogyakarta. Kanisius.

Sugianto, A. 2002. Topik Ekologi Jamur Tiram Putih dan Apek Budidayanya. PPS Unpad. Bandung 71 hal.

Sugianto, A, 2004. Respon Jamur Tiram Putih Terhadap Substrat Bervariasi Rasio C/N dan Penambahan Nutrisi AGS+. Disertasi. PPs Universitas Padjadjaran bandung.

Sugianto, A. 2005. Pengujian Model Injeksi Nutrisi Cair AGS+ Pada Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Dengan Substrat Bervariasi Rasio C/N. Journal AGRITEK Vol. 13 No.1 : 18 – 23 hal.

Sugianto, A. 2013. Buku ajar Teknik Pembibitan dan Budidaya Jamur. Universita Islam Malang


*** TEL...
 
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
            Indonesia mempunyai kekayaan alam yang subur terutama dari berbagai macam jenis jamur. Sejak dahulu kala jamur sudah dimanfaatkan oleh nenek moyang untuk obat – obatan, tetapi pembudidayaannya masih sedikit baik jenis maupun jumlahnya. Bedasarkan sifat hidupnya dapat dibagi menjadi jamur beracun dan jamur yang tidak beracun. Jamur yang tidak beracun ada yang dibudidayakan dan mempunyai nilai ekonomis tinggi, yang salah satunya adalh jamur tiram putih (Cahyana, 1998 dalam Hendrarto dkk(2008).
            Tingkat produktifitas jamur di indonesia saat ini masih rendah, hal ini disebabkan oleh rendahnya teknologi budidaya yang digunakan serta masih sedikitnya petani yang menguasai teknologi pembibitan. Bibit yang langkah menyebabkan keberadaan bibit menjadi faktor pembatas dalam produksi serta merupakan faktor yang sangat mempengaruhi junlah produksi yang berakibat mahalnya harga bibit.
            Perkembangan teori pembibitan jamur di indonesia sampai saat ini tidak mengalami perkembangan yang berarti, dasar teorinya masih impor dari negara China dan Jepang. Metode pembibitan yang telah dikembangkan adalah metode Biakan Murni Miselium (BMM). Berdasarkan rangkaian hasil penelitian menunjukkan bahwa metode ini kurang aplikabel dan memerlukan waktu yang cukup panjang dan rumit. Beberapa hal yang belum bisa ditangani anatara lain : (1) Bagaimana memperpendek waktu pembibitan karena metode BMM memerlukan waktu yang cukup panjang, yakni berkisar antara 60 – 80 hari. (2) sejauh ini belum ada metode lain yang lebih sederhana dan memiliki akurasi tinggi (Sugianto, 2012).
            Keberhasilan budidaya jamur ditentukan oleh kualitas bibit, proses budidaya dan kualitas media tanam  yang digunakan. Teknologi pembibitan memegang peran penting dalam usaha budidaya jamur. Pemanfaatan bioteknologi pada budidaya jamur di indonesia sampai  saaat ini masih terbatas, diantaranya pada teknik kultur jaringan. Kultur jaringan diutamakan pada jamur yang sulit dikembangkan secara generatif dan memerlukan waktu yang relatif lama (Widrayanto, 2005).
            Media merupakan suatu substrat untuk menumbuhkan jamur. Pada umumnya dilaboratorium media yang digunakan adalah bahan pemadatan berupa agar – agar. Berdasarkan macam bahan yang digunakan terdapat tiga macam media biakan jamur, yaitu media alam, media sintetik dan media semi sintetik. Pada media alam komposisi zat gizi tidak dapat diketahui secara pasti setiap waktu karena komposisinay berubah – uabah tergantung bahan asalnya seperti kentang, merang, serangga dan lainya. Dalam media semi sintetik selain  bahan alam digunakan pula zat kimia yang komposisinya diketahui dengan tepat. Media sintetik yaitu agar – agar dekstrisa kentang (ADK) yang dikenal pula sebagai Photato Dextrose Agar (PDA) (Gunawan, 2001).
            Uraian di atas mendasari bahwa keberhasilan pembibitan jamur sanagt tergantung pada sumber eksplan, sebab sumber eksplan yang baik akan menghasilkan bibit yang berkuallitas. Budidaya jamur juga tergantung pada ketepatan formulasi media tanam. Formulasi media tanam berpengaruh langsung terhadap efektivitas produksi. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk penemuan metode baru yang lebih efektif dan efesien untuk pembibitan jamur yaitu dengna metode Tanam Eksplan Langsung (TEL).

1.2.Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut :
1.    Mengetahui proses pembuatan bibit induk jamur tiram putih menggunakan metode Tanam Eksplan Langsung (TEL).
2.    Mengetahui bagian badan buah jamur yang dapat digunakan sebagai sumber eksplan bibit induk jamur tiram dalam metode Tanam Eksplan Langsung (TEL).
3.    Mengetahui tata laksana pembuatan bibit jamur tiram putih dalam metode Tanam Eksplan Langsung (TEL).

1.3.Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk :
1.    Untuk mengetahui proses pembuatan bibit induk jamur tiram putih menggunakan metode Tanam Eksplan Langsung (TEL).
2.    Untuk mengetahui bagian badan buah jamur yang dapat digunakan sebagai sumber eksplan bibit induk jamur tiram dalam metode Tanam Eksplan Langsung (TEL).
3.    Untuk mengetahui tata laksana pembuatan bibit jamur tiram putih dalam metode Tanam Eksplan Langsung (TEL).



BAB II
TINJAUN PUSTAKA

Jamur  tiram atau oyster mushroom karena bentuk tudungnya agak membulat, lonjong dan melengkung seperti cangkang tiram, batang tidak berada di tengah tudung, tetapi agak ke pinggir (Suhardiman, 1989). Jamur tiram puith adalah jamur yang tumbuh berderet menyamping pada batang kayu lapuk, termasuk golongan jamur yang memiliki spora berwarna, memiliki tubuh guah yang tumbuh mekar membentuk corong dangkal seperti kulit kerang (tiram, tubuh buah memilki tudung dan tangkai (Nunung dan Abbas, 2001).
Jamur tiram atau disebut juga jamur kayu dapat berkembang biak secara kawin (seksual) dan tidak kawin (aseksual). Reproduksi seksual dapat dicirikan dengan adanya peleburan dua inti dengan urutan terjadinya plasmogani, kariogami, dan miosisis. Lebih lanjut Sugianto (2005) menjelaskan bahwa reproduksi seksual merupakan salah satu cara speise jamur untuk mempertahankan diri karena umumnya struktur reproduksi seksual tahan terhadap keadaan lingkungan yang ekstrim dibandingkan struktur somanya dan struktur reproduksi aseksual.
Bibit jamur merupakan bahan tanam yang diperoleh dari bagian organ jamur seperti spora, tudung buah atau batang/tangaki yang akan digunakan untuk bahan tanam pada budidaya jamur. Pembibitan sebagai salah satu bagian yang penting agar proses budidaya jamur dapat berhasil dengan baik dan berkelanjutan. Dalam kegiatan pertanian selain teknik budidaya, pembuatan bibit merupakan salah satu kegiatan sub budidaya yang memnduduki posisi penting (Rachmat, 2000).
Chang dan Miles, (1989) dalam Lailatul Mufarrihah (2009) menambahkan, bibit jamur merupakan faktor yang menentukan seperti halnya bibit untuk tanaman lainnya, karena dari bibit yang unggul akan menghasilkan tubuah yang berkualitas tinggi dan memungkinkan dapat beradaptasi terhadap lingkungan yang lebih baik.
Menurut Nunung dan Abbas (2001) jamur merupakan jenis tanaman yang tidak memilki klorofil. Namun jamur mempunyai inti, spora dan merupakan sel – sel lepas atau bersambungan membentuk benang – benang yang disebut hifa (sehelai benag) dan miseliu (kumpulan hifa). Miselium jamur bercabang – cabang dan pada titk – titik pertemuan membentuk bitil kecil yang disebut sporagium yang akan tumbuh menjadi pinhed (tunas atau calon tubuh buah jamur). Dan akhirnya berkembang menjadi jamur.
Pembibitan jamur sebaiknya dilakukan di tempat yang bersih dan tidak banyak angin, sehingga tujuan untuk mendapatkan biakan jamur yang murni seperti yang diinginkan dapat tercapai. Pekerjaan ini biasanya dilakuakn didalam kotak inokulasi atau (laminar air flow) berlapis (Gunawan, 2001).
Pembibitan yang paling terbaru dalam dunia pembibitan jamur tiram putih adalah metode TEL (Tanam Eksplan Langsung). Bedasarkan studi pendahuluan yang telah dilakuakan metode TEL hanya memerlukan enam tahap dalam memdapatkan bibit siao tanam. Teori yang menyatakan bahwa bibit jamur tidak pernah ada yang langsung F1 dapat terbantahkan dengan adanaya fenomena metode TEL. Eksplan yang telah tumbuh pada media bibit induk memiliki kecepatan untuk beradapatasi jauh lebih baik jika dibandingkan dengan penggunaan metode BMM (Sugianto, 2004 dan 2005).
Miselium yang telah mengalami pertumbuhan dari eksplan yang ditanam langsung memilki beberapa kelebihan antara lain : daya adaptasi lebih baik, pertumbuhan miselium lebih cepat, warna miselium putih bersih dengan banyak percabangan, kemampuan menyerap nutrisi lebih besar dibanding dengan metode Biakan Murni Miselium (BMM). Selain itu pelaksanaan kerja pada metode TEL sangat sederhana tidak memerlukan alat – alat seperti cawan petri, tabung reaksi,  dan bahan – bahannya tidak semahal metode BMM. Dari segi evaluasi hanya diperlukan dua kali evaluasi yaitu setelah pembuatan bibit induk dan setelah pembuatan bibit turunan. Fungsi utama dari evaluasi adalah menghindarkan bibit dari kontaminasi mikroorganisme, sebab adanya kontaminan dapat merusak bahkan mematikan miselium jamur yang ditanam (Sugianto, 2012).
Bibit jmaur yang berkualitas memiliki beberapa kriteria antara lain : warna putih bersih, arah miselium lurus kebawah, tidak spot, tingkat kontaminasinya tidak boleh lebih dari 10% (Cahyana, dkk, 1999, Suriawiria, 2002).

BAB III
METODELOGI DAN  PENELITIAN

3.1  Waktu dan Tempat
       Praktikum  pembuatan bibit jamur tiram dilaksanakan pada hari rabu dan kamis tanggal 08 – 09  mei 2013. Bertempat di laboratorium terpadu fakultas pertanian, Universitas islam malang. Dimulai dari pukul 13.30 s/d selesai. Dan inokulasi dilakukan dihari kamis.

1.2.  Alat dan Bahan
3.2.2. Alat – Alat
       Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu : Lampu bunsen, Hand ssprayer, Botol gepeng, Autoclave, Masker, Kaos tangan plastik, Pisau sayat, Pinset, Timbangan listrik, plasti sebagai penutup botol, karet dan Laminar Air Flow(LAF).
3.2.2. Bahan – Bahan
       Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah alkohol 70%, biji padi 20%, bekatul 10%, gypsum 1,5%, SP-36 0,5 %, CaCO3 0,5 %, Aquades 40% dan jamur tiram putih.

1.3.  Cara Kerja
1.4.  Langkah – Langkah dalam pembuatan media dengan metode Tanam Eksplan Langsung (TEL), adalah sebagai berikut :
1.    Botol-botol yang digunakan dicuci dan dikeringanginkan dibawah terik matahari.
2.    Biji padi dicuci bersih dan biji yang mengapung dipisahkan.
3.    Merebus biji padi yang bernas dalam panci sampi biji merekah ± 1 jam.
4.    Biji padi yang sudah merekah ditiriskan dan setelah dingin ditambah dengan bahan-bahan lain, hingga homogenkan sampai menjadi campuran substrat yang baik. Subtrat yang  baik di tandai dengan apabila diambil dan dikepali dengan tangan tidak hancur dan tetap membentuk kepalan.
5.    Setelah substrat siap, kemudian memasukkan kedalam botol gepeng dengan kepadatan yang sedang sampai dengan ketinggian hampir sampai di leher botol.
6.    Media dalam botol kemudian dibersihkan dari substrat yang masih menempel dan kemudian menutupnya menggunakan plastik.
7.    Setelah semua botol siap dalam keadaan tertutup plastik kemudian disterilkan menggunakan autoklaf dengan suhu 120ºC, selama 1 jam dan setelah mencapai suhu 120ºC uap panas dikeluarkan dengan menarik sumbu diatas penutup autoklaf yang sudah disediakan.
8.    Setelah 1 jam selesai, bibit dikeluarkan dari autoklaf dan didinginkan ±semelam dan siap diinokulasi. Inokulasi dilakukan dengan cara aseptis dalam laminar air flow cabinet.
3.3.3.   Langkah – Langkah inokulasi eksplan metode Tanam Eksplan Langsung (TEL), adalah sebagai berikut :
1.    Membersihkan dan menyeprot laminar air flow cabinet menggunakan alkohol 70 % dan lampu UV dinyalakan dan didiamkan 5 menit.
2.    Semua peralatan inokulasi dimasukkan kedalam laminar air flow cabinet  dan disemprot alkohol 70% dan memastikan tubuh kita dalam keadaan steril.
3.    Sebelum memulai menyayat eksplan pinset disterilkan dengan cara memanaskan diatas lampu bunsen sampai ujungnya kelihatan merah, dan didinginkan setelah itu digunakan.
4.    Jamur yang digunakan sebagai bibit atau eksplan disayat atau  dipotong dengan ukuran ± 1 cm, kemudian dimasukkan dalam botol dan menutupnya menggunakan kertas yang sudah disterilkan terlebih dahulu. Bagian eksplan yang digunakan bisa dari tudung, batang maupun insang.
5.    Setelah eksplan dimasukkan kedalam bobot bibit kemudian botol ditutup menggunakan kertas dan diikat menggunakan karet.
6.    Memasang kertas milimeter pada dinding botol, hal ini digunakan untuk menandai seberapa cepat kemampuan miselium tumbuh memenuhi media.
 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar