Jumat, 04 April 2014

MAKALAH BIOREMEDIASI



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Indonesia sebagai negara sedang berkembang memiliki beragam ukuran dan jenis industri, baik dalam bentuk industri rumah tangga maupun industri ukuran besar. Aturan yang berhubungan dengan berbagai jenis limbah yang dihasilkan berbagai jenis industri tersebut pada umumnya sudah tersedia. Seperti Undang-Undang No.32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang  No.32 Tahun 2009, yang mengatur pengelolaan lingkungan hidup menjadi salah satu materi kewenangan yang didesentralisasikan dari Pemerintah   Pusat   kepada   Pemerintah   Daerah   (Provinsi/Kabupaten/Kota).    Aturan   ini dilahirkan pada dasarnya dengan tujuan agar limbah sebagai hasil sampingan berbagai jenis industri tersebut tidak merusak lingkungan pada saat dibuang ke dalam perairan.
Industri tahu pada umumnya beroperasi dalam bentuk usaha rumah tangga, dan limbah yang dihasilkannya pada dasarnya tidak dikelola dan dialirkan lansung ke dalam perairan terdekat. Sehingga hal ini berdampak pada perairan terdekat seperti sungai misalnya. Apabila ini terus berlangsung secara berkala maka akan berdampak pada biota atau mikrorganisme yang hidup didalam sungai, yang berperan penting dalam mengatur keseimbangan biologis air, bukan hanya itu sungai akan tercemar dan berbau tidak sedap. oleh karena itu penanganan limbah cair secara dini mutlak perlu dilakukan.
Bioremidiasi adalah salah satu proses penganggulangan terhadap limbah tahu dengan menggunakan bantuan mikroorganisme EM4. Diharapkan dengan adanya bioremidiasi pencemaran limbah dari tahu yang terutama cair dapat berkurang dan tidak mencemari lingkungan terutama perairan(sungai).
1.2.Rumusan Masalah.
1.      Mengetahui gas – gas yang dihasilkan dari industri limbah cair tahu, sehigga berpotensi mencemari lingkungan perairan.
2.      Mengetahui dampak yang ditimbulkan dari pencemaran limbah cair tahu.
3.      Mengetahui pengertian bioremidiasi.
4.      Mengetahui efektifitas mikroorganisme (EM4).
5.      Mengetahui proses penanggulangan limbah cair tahu dengan bioremidiasi menggunakan EM4.
1.3.Tujuan.
1.      Unutk mengetahui gas – gas  yang dihasilkan dari industri limbah cair tahu, sehigga berpotensi mencemari lingkungan khususnya  perairan.
2.      Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari pencemaran limbah cair tahu.
3.      Untuk mengetahui pengertian bioremidiasi.
4.      Untuk mengetahui efektifitas mikroorganisme (EM4).
5.      Untuk mengetahui proses penanggulangan limbah cair tahu dengan bioremidiasi menggunakan EM4.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Limbah
Menurut Undang-undang Republik Indonesia (UU RI) No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), definisi limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. Definisi secara umum, limbah adalah bahan sisa atau buangan yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumahtangga, industri, pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas dan debu, cair atau padat. Di antara berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3).
Semakin meningkat kegiatan manusia, semakin banyak pula limbah yang dihasilkan. Oleh karena itu perlu peraturan yang mengikat secara hukum terkait dengan limbah dan pengelolaannya. UU No 32 Tahun 2009 sudah memuat aturan segala sesuatu yang terkait limbah tersebut. Aturan itu menyangkut apa yang diperbolehkan, dilarang dan sanksi hukumnya. UU no 32/2009 ini merupakan penyempurnaan dari UU sebelumnya yaitu UU No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU No 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Disamping itu, sudah ada UU yang lebih khusus lagi yaitu UU no 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
·         Jenis-jenis limbah dari zat pembentuknya adalah :
1.      Limbah organik. Limbah ini dapat terurai secara alami, contoh: sisa organisme (tumbuhan, hewan).
2.      Limbah anorganik. Limbah ini sukar terurai secara alami, contoh: plastik, botol, kaleng, dll.
·         Jenis-jenis limbah dari bentuk fisiknya adalah:
1.      Limbah padat, yang lebih dikenal sebagai sampah. Bentuk fisiknya padat.
Definisi menurut UU No. 18 Tahun 2008, sampah adalah sisa kegiatan seharihari dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Contoh: sisa-sisa organisme, barang dari plastik, kaleng, botol, dll.
2.      Limbah cair. Bentuk fisiknya cair. Contoh: air buangan rumahtangga, buangan industri, dll.
3.      Limbah gas dan partikel. Bentuk fisiknya gas atau partikel halus (debu). Contoh: gas buangan kendaraan (dari knalpot), buangan pembakaran industri. (Murni. 2011).
2.2. Proses Produksi Tahu
     Pada umumnya tahu dibuat oleh para pengrajin atau industri rumah tangga dengan peralatan dan teknologi yang sederhana. Urutan proses atau cara pembuatan tahu pada semua industri kecil tahu pada umumnya hampir sama dan kalaupun ada perbedaan hanya pada urutan kerja atau jenis zat penggumpal protein yang digunakan. Pemilihan (penyortiran) bahan baku kedelai merupakan pekerjaan paling awal dalam pembuatan tahu. Kedelai yang baik adalah kedelai yang baru atau belum tersimpan lama digudang. Kedelai yang baru dapat menghasilkan tahu yang baik (aroma dan bentuk). Untuk mendapatkan tahu yang mempunyai kualitas yang baik, diperlukan bahan baku biji kedelai yang sudah tua, kulit biji tidak keriput, biji kedelai tidak retakdan bebas dari sisa-sisa tanaman, batu kerikil, tanah, atau biji-bijian lain. Kedelai yang digunakan biasanya berwarna kuning, putih, atau hijau dan jarang menggunakan jenis kedelai yang berwarna hitam. Tujuan dari penyortiran ini adalah agar kualitas tahu tetap terjaga dengan baik.
     Proses yang kedua adalah perendaman. Pada proses ini kedelai direndam dalam bak atau ember yang berisi air selama ± 3-12 jam. Tujuan dari perendama ini adalah untuk membuat kedelai menjadi lunak dan kulitnya mudah dikelupas. Setelah direndam, kemudian dilakukan pengupasan kulit kedelai dengan jalan meremas-remas dalam air, kemudian dikuliti. Setelah direndam dan dikuliti kemudian dicuci. Pencucian sedapat mungkin dilakukan dengan alir yang mengalir. Tujuan pencucian ini adalah untuk menghilangkan kotoran yang melekat maupun tercampur dalam kedelai. Setelah kedelai direndam dan dicuci bersih, selanjutnya dilakukan penggilingan. Proses penggilingan dilakukan dengan mesin, karena penggunaan mesin akan memperhalus hasil gilingan kedelai. Pada saat penggilingan diberi air mengalir agar bubur kedelai terdorong keluar. Hasil dari proses penggilingan berupa bubur kedelai. Bubur kedelai yang sudah terdorong keluar kemudian ditampung dalam ember. Pada proses pencucian dan perendaman kedelai ini menggunakan banyak sekali air sehingga limbah cair yang dihasilkan akan banyak pula. Tetapi sifat limbah ini belum mempunyai kadar pencemaran yang tinggi.
     Proses selanjutnya adalah perebusan bubur kedelai dengan tujuan untuk menginaktifkan zat antinutrisi kedelai yaitu tripsin inhibitor dan sekaligus meningkatkan nilai cerna, mempermudah ekstraksi atau penggilingan dan penggumpalan protein serta menambah keawatan produk. Bubur kedelai yang telah terbentuk kemudian diberi air, selanjutnya dididihkan dalam tungku pemasakan. Setelah mendidih sampai ± 5 (lima) menit kemudian dilakukan penyaringan. Dalam keadaan panas cairan bahan baku tahu (bubur kedelai yang sudah direbus) kemudian disaring dengan kain blaco atau kain mori kasar sambil dibilas dengan air hangat, sehingga susu kedelai dapat terekstrak keluar semua. Proses ini menghasilkan limbah padat yang disebut dengan ampas tahu. Ampas padat ini mempunyai sifat yang cepat basi dan busuk bila tidak cepat diolah sehingga perlu ditempatkan secara terpisah atau agak jauh dari proses pembuatan tahu agar tahu tidak terkontaminasi dengan barang yang kotor.
     Filtrat cair hasil penyaringan yang diperoleh kemudian ditampung dalam bak. Kemudian filtrat yang masih dalam keadaan hangat secara pelan-pelan diaduk sambil diberi asam (catu). Pemberian asam ini dihentikan apabila sudah terlihat penggumpalan. Selanjutnya dilakukan penyaringan kembali. Proses penggumpalan juga menghasilkan limbah cair yang banyak dan sifat limbahnya sudah mempunyai kadar pencemaran yang tinggi karena sudah mengandung asam.
     Untuk menggumpalkan tahu bisa digunakan bahan-bahan seperti batu tahu (sioko) atau CaSO4 yaitu batu gips yang sudah dibakar dan ditumbuk halus menjadi tepung, asam cuka 90%, biang atau kecutan dan sari jeruk. Biang atau kecutan yaitu sisa cairan setelah tahap pengendapan protein atau sisa cairan dari pemisahan gumpalan tahu yang telah dibiarkan selama satu malam. Tetapi biasanya para pengrajin tahu memakai kecutan dari limbah itu sendiri yang sudah didiamkan selama satu malam. Disamping memanfaatkan limbah, secara ekonomi juga dapat menghemat karena tidak perlu membeli. Tahap selanjutnya yaitu pencetakan dan pengepresan. Proses ini dilakukan dengan cara cairan bening diatas gumpalan tahu dibuang sebagian dan sisanya untuk air asam. Gumpalan tahu kemudian diambil dan dituangkan ke dalam cetakan yang sudah tersedia dan dialasi dengan kain dan diisi sampai penuh. Cetakan yang digunakan biasanya berupa cetakan dari kayu berbentuk segi empat yang dilubangi kecil-kecil supaya air dapat keluar.
     Selanjutnya kain ditutupkan ke seluruh gumpalan tahu dan dipres. Semakin berat benda yang digunakan untuk mengepres semakin keras tahu yang dihasilkan. Alat pemberat/pres biasanya mempunyai berat ± 3,5 kg dan lama pengepresan biasanya ± 1 menit, sampai airnya keluar. Setelah dirasa cukup dingin, kemudian tahu dipotong-potong sesuai dengan keinginan konsumen dipasar. Tahu yang sudah dipotong-potong tersebut kemudian dipasarkan.
     Dalam pembuatan tahu biasanya pengrajin menambahkan bahan tambahan atau bahan pembantu antara lain yaitu batu tahu (batu gips yang sudah dibakar dan ditumbuk halus menjadi tepung), asam cuka 90%, biang/kecutan, yaitu sisa cairan setelah tahap pengendapan protein atau sisa cairan dari pemisahan gumpalan tahu yang telah dibiarkan selama satu malam, kunyit yang digunakan untuk memberikan warna kuning pada tahu, garam yang digunakan untuk memberikan rasa sedikit asin ke dalam tahu.
2.3.  Karakteristik Limbah Industri Tahu
Karakteristik buangan industri tahu meliputi dua hal, yaitu karakteristik fisika dan kimia. Karakteristik Fisika meliputi padatan total, padatan tersuspensi, suhu, warna, dan bau. Karakteristik kimia meliputi bahan organik, bahan anorganik dan gas. Suhu air limbah tahu berkisar 37-45°C, kekeruhan 535-585 FTU, warna 2.225-2.250 Pt.Co, amonia 23,3-23,5 mg/1, BOD5 6.000-8.000 mg/1 dan COD 7.500-14.000 mg/1.
Suhu buangan industri tahu berasal dari proses pemasakan kedelai. Suhu limbah cair tahu pada umumnya lebih tinggi dari air bakunya, yaitu 400C-460C. Suhu yang meningkat di lingkungan perairan akan mempengaruhi kehidupan biologis, kelarutan oksigen dan gas lain, kerapatan air, viskositas, dan tegangan permukaan. Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri tahu pada umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik di dalam air buangan tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Diantara senyawa-senyawa tersebut, protein dan lemak adalah yang jumlahnya paling besar. Protein mencapai 40-60%, karbohidrat 25-50% dan lemak 10%. Air buangan industri tahu kualitasnya bergantung dari proses yang digunakan. Apabila air prosesnya baik, maka kandungan bahan organik pada air buangannya biasanya rendah. Komponen terbesar dari limbah cair tahu yaitu protein (Ntotal) sebesar 226,06-434,78 mg/l, sehingga masuknya limbah cair tahu ke lingkungan perairan akan meningkatkan total nitrogen di perairan tersebut.
Gas-gas yang biasa ditemukan dalam limbah tahu adalah gas nitrogen (N2). Oksigen (O2), hidrogen sulfida (H2S), amonia (NH3), karbondioksida (CO2) dan metana (CH4). Gas-gas tersebut berasal dari dekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air buangan.
Limbah padat industri tahu berupa kulit kedelai dan ampas tahu. Ampas tahu masih mengandung kadar protein cukup tinggi sehingga masih dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak dan ikan. Akan tetapi kandungan air ampas tahu yang masih tinggi merupakan penghambat digunakannya ampas tahu sebagai makanan ternak. Salah satu sifat dari ampas tahu ini adalah mempunyai sifat yang cepat tengik (basi dan tidak tahan lama) dan menimbulkan bau busuk kalau tidak cepat dikelola. Pengeringan merupakan salah satu jalan untuk mengatasinya. Pengeringan juga mengakibatkan berkurangnya asam lemak bebas dan ketengikan ampas tahu serta dapat memperpanjang umur simpan.


1.3.  Karakteristik Limbah Cair
Secara umum karakteristik air buangan dapat digolongkan atas sifat fisika, kimia dan biologi. Akan tetapi, air buangan industri biaasanya hanya terdiri dari karakteristik kimia dan fisika. Parameter yag digunakan untuk menunjukkan karakter air buangan industri pangan adalah:
1.      Parameter fisika, seperti kekeruhan, suhu, zat padat, bau,dan lain-lain.
2.      Parameter Kimia.
Parameter kimia dibedakan atas :
a.       Kimia Organik : kandungan organik (BOD, COD, TOC), oksigen terlarut (DO), minyak/lemak, Nitrogen-Total (N-Total), dan lain-lain.
b.      Kimia anorganik: pH, Ca, Pb, Fe, Cu, Na, sulfur, H2S , dan lain-lain.
Beberapa karakteristik limbah cair industri tahu yang penting anatara lain:
1.      Padatan tersuspensi, yaitu bahan-bahan yang melayang dan tidak larut dalam air. Padatan tersuspensi sangat berhubungan erat dengan tingkat kekeruhan air, semakin tinggi kandungan bahan tersuspensi tersebut, maka air akan semakin keruh.
2.      Biochemical Oxygen Demand (BOD), merupakan parameter untuk menilai jumlah zat organik yang terlarut serta menunjukkan jumlah oksigen yang diperlukan oleh aktivitas mikroba dalam menguraikan zat organik secara biologis di dalam limbah cair. Limbah cair industri tahu mengandung bahan-bahan organik terlarut yang tinggi.
3.      Chemical Oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimiawi merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh oksidator (misal kalium dikhormat) untuk mengoksidasi seluruh material baik organik maupun anorganik yang terdapat dalam air. Jika kandungan senawa organik dan anorganik cukup besar, maka oksigen terlarut di dalam air dapat mencapai nol sehingga tumbuhan, air, ikan-ikan dan hewan air lainnya yang membutuhkan oksigen tidak memungkinkan hidup.
4.      Nitrogen-Total (N-Total) yaitu fraksi bahan-bahan organaik campuran senyawa kompleks antara lain asam-asam amino, dan protein (polimer asam amino). Dalam analisis limbah cair, N-Total terdiri dari campuran N-organik, N-amonia, nitrat dan nitrit. Nitrogen organik dan nitrogen amonia dapat ditentukan secara analitik menggunakan metode Kjeldahl, sehingga lebih lanjut konsentrasi total keduanya dapat dinyatakan sebagai Total Kjeldahl Nitrogen (TKN). Senyawan-senyawa N-Total  adalah senyawa-senyawa yang mudah terkonversi menjadi amonium (NH4+) melalui aksi mikroorganisme dalam lingkungan air atau tanah.
5.      Derajat Keasaman (pH). Air limbah industri tahu sifatnya cenderung asam, pada keadaan asam ini akan terlepas zat-zat yang mudah menguap. Hal ini mengakibatkan limbah cair industri tahu mengeluarkan bau busuk.

2.5.  Dampak Yang Ditimbulkan Dari Pencemaran Limbah Tahu Cair.
Limbah usaha kecil pangan dapat menimbulkan masalah dalam penanganannya karena mengandung sejumlah besar karbohidrat, protein, lemak, garam-garam, mineral, dan sisa-sisa bahan kimia yang digunakan dalam pengolahan dan pembersihan. Air buangan (efluen) atau limbah buangan dari pengolahan pangan dengan Biological Oxygen Demand ( BOD) tinggi dan mengandung polutan seperti tanah, larutan alkohol, panas dan insektisida. Apabila efluen dibuang langsung ke suatu perairan akibatnya menganggu seluruh keseimbangan ekologik dan bahkan dapat menyebabkan kematian ikan dan biota perairan lainnya.
Limbah industri tahu adalah limbah yang dihasilkan dalam proses pembuatan tahu maupun pada saat pencucian kedelai. Limbah yang dihasilkan berupa limbah padat dan cair. Limbah padat belum dirasakan dampaknya terhadap lingkungan karena dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak, tetapi limbah cair akan mengakibatkan bau busuk dan bila dibuang langsung ke sungai akan menyebabkan tercemarnya sungai. Limbah cair yang dihasilkan mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut, akan mengalami perubahan fisika, kimia, dan hayati yang akan menghasilkan zat beracun atau menciptakan media untuk tumbuhnya kuman dimana kuman ini dapat berupa kuman penyakit atau kuman lainnya yang merugikan baik pada tahu sendiri ataupun tubuh manusia. Bila dibiarkan dalam air limbah akan berubah warnanya menjadi coklat kehitaman dan berbau busuk. Bau busuk ini akan mengakibatkan sakit pernapasan. Apabila limbah ini dialirkan ke sungai maka akan mencemari sungai dan bila masih digunakan maka akan menimbulkan penyakit gatal, diare, dan penyakit lainnya.

2.6.   Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu
            Berbagai upaya untuk mengolah limbah cair industri tahu telah dicoba dandikembangkan. Secara umum, metode pengolahan yang dikembangkan menjadi metode kimi, fisika dan biologi.
            Bioremidiasi merupakan metode yang masuk dalam kategori pengolahan limbah cair industir tahu secara biologi yang memanfaatkan mikroorganisme.

2.7.   Pengertian Bioremidiasi.
Bioremediasi  merupakan penggunaan    mikroorganisme   yang    telah dipilih untuk ditumbuhkan pada polutan tertentu sebagai upaya untuk   menurunkan kadar polutan tersebut. Pada saat proses bioremediasi  berlangsung,  enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi struktur polutan beracun menjadi tidak kompleks sehingga menjadi metabolit yang tidak beracun dan berbahaya.
Sehubungan dengan bioremediasi, Pemerintah Indonesia telah mempunyai payung hukum yang mengatur standar baku kegiatan   Bioremediasi   dalam      mengatasi permasalahan lingkungan akibat kegiatan pertambangan  dan  perminyakan  serta bentuk  pencemaran  lainnya  (logam  berat dan pestisida) melalui Kementerian Lingkungan   Hidup,   Kep   Men   LH   No.128 tahun  2003,  tentang  tatacara  dan persyaratan teknis dan pengelolaan limbah minyak bumi dan tanah  terkontaminasi oleh minyak bumi secara biologis (Bioremediasi) yang  juga mencantumkan bahwa bioremediasi  dilakukan  dengan menggunakan mikroba lokal.
       Pada dasarnya, pengolahan secara biologi dalam pengendalian pencemaran air, termasuk      upaya   bioremediasi, dengan memanfaatkan bakteri bukan hal baru namun  telah  memainkan peran  sentral dalam  pengolahan  limbah  konvensional sejak tahun 1900-an (Mara, Duncan   and Horan, 2003). Saat ini, bioremediasi telah berkembang pada pengolahan air   limbah yang  mengandung  senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk didegradasi dan biasanya dihubungkan  dengan  kegiatan  industri, antara lain logam-logam berat, petroleum hidrokarbon, dan senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida dan herbisida (Tortora,   2010), maupun nutrisi dalam air seperti nitrogen dan fosfat pada   perairan tergenang (Great Lakes Bio Systems. Inc. Co Orb-3.com/). Pengembangan IPTEK dalam bioremediasi untuk detoksifikasi atau menurunkan polutan dalam pengendalian pencemaran air telah menjadikan metoda ini menjadi lebih menguntungkan dibandingkan dengan metoda yang menggunakan   bahan kimia.

2.8.   Efektifitas Mikroorganisme (EM4).
       EM merupakan kultur campuran dari microorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. EM diaplikasikan sebagai inokulan untuk meningkatkan kergaman dan populasi mikroorganisme di dalam tanah dan tanaman, yang selanjutnya dapat meningkatkan kesehatan, pertumbuhan, kuantitas dan kualitas produksi tanaman. EM terbuat dari kultur campuran spesies mikroorganisme alami yang terdapat dalam lingkungan alam dimanapun. Mikroorganisme EM bukan hasil rekayasa genetik. Mikroorganisme yang terdapat di EM yang dipasarkan di Indonesia, adalah jenis mikroorganisme alami yang ada/hidup di Indonesia.
       Mikroorganisme yang terdapat di dalam EM terdiri dari: Lactobacillus (bakteri asam laktat), bakteri fotosintetik, Actinomycetes, Strepmyces sp, dan ragi. EM meningkatkan fermentasi limbah dan sampah organik, meningkatkan ketersediaan nutrisi terhadap tanaman serta menekan aktivitas serangga hama dan mikroorganisme patogen.
       Disamping diterapkan pada tanah dan tanaman, EM juga dapat diterapkan dalam pengolahan limbah untuk mempercepat penguraian air limbah, memperbaiki tanah dasar tambak untuk mempercepat pertumbuhan ikan dan udang, disemprotkan pada kandang ternak untuk menghilangkan polusi bau pada limbah ternak, dicampurkan pada air minum dan makanan ternak untuk memperbaiki mikroorganisme yang ada dalam perut ternak sehingga pertumbuhan dan produksi ternak menjadi meningkat.
       Cara kerja EM telah dipublikasikan secara ilmiah yang menunjukan bahwa EM dapat, menekan pertumbuhan patogen tanah, mempercepat fermentasi limbah dan sampah organik, meningkatkan ketersediaan nutrisi dan senyawa organik pada tanaman, meningkatkan aktivitas mikroorganisme indogenus yang menguntungkan, seperti ; Mycorhiza, Rhizobium, bakteri pelarut, fosfat, Memfiksasi nitrogen, Mengurangi kebutuhan pupuk dan pestisida kimia. Dengan cara tersebut EM dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme pathogen yang selalu merupakan masalah pada budidaya monokultur dan budidaya tanaman sejenissecara terus menerus (continuous cropping). EM memfermentasikan sisa-sisa pakan dan kulit udang/ikan pada tanah dasar tambak, sehingga gas beracun (metan, dan H2S, Mercaptan, dll) dan panas pada tanah dasar tambak menjadi hilang, untuk selanjutnya udang/ikan dapat hidup dengan baik. Dengan cara yang sama EM juga memfermentasikan limbah dan kotoran ternak, hingga lingkungan kandang menjadi tidak bau, ternak tidak mengalami stress sehingga nafsu makannya meningkat. EM yang diminumkan dengan dosis 1 : 1000 pada minuman ternak, hidup dalam usus ternak, berfungsi untuk menekan populasi mikroorganisme pathogen di dalam usus sehingga ternak menjadi sehat.

2.9.   Proses Penanggulangan Limbah Cair Tahu dengan Bioremidiasi menggunakan EM4.
       Untuk melihat pengaruh pemberian EM4 maka dilakukan percobaan selama 15 hari dengan berbagai konsentrasi, dan berikut adalah prosedur yang dilakukan :
1.      Efektivitas mikroorganisme (EM4) terlebih dahulu diaktifkan sebelum ditambahkan kedalam limbah cair tahu yang dijadikan tretmen, yaitu mencampur EM4 dan air bersih dengan pembanding 1 : 20, dan difermentasi selama 5 – 7 hari. Waktu dan perbandingan ini sesuia dengan prosedur penggunaan EM4 untuk pengolahan limbah organik. Fermentasi tersebut dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada EM4 untuk aktif dan berkembang biak lebih banyak, sehingga mikroorganisme dapat bekerja dengan efesien dan optimal sebelum dicampurkan kedalam limbah cair tahu.
2.      Persiapan wadah.
Ember plastik kecil diisi dengan air limbah tahu sebanyak 2 liter. Selanjutnya EM4 yang telah diaktifkan dicampur dengan air limbah tahu sesuia dengna perbandingan dalam perlakuan. Dimana perlakuan P1 diisi dengna 100 ml EM4 dicampur dengan 2000 ml limbha tahu(2 liter limbah tahu). Perlakuan P2 diisi dengan 200 ml EM4 dicampurkan dengan 2000 ml limbah tahu. Pelakuan P3 hanya diisi 2000 ml limbah tahu. Ketiga perlakuan ini diulang sebanyak 3 kali. Ketiga perlakuan ini diberikan perlakuan mekanisme dengna aerator sederha unutk menambah oksigen dan mempercepat proses degradasi limbah oleh mikroorganisme. (Hal ini dilakukan selama 15 hari).


Baku Mutu Limbah Cair Menurut KEPMENLH No. KEP-51/MENLH/10/1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri

NO
PARAMETER
SATUAN
GOLONGAN BAKU MUTU



I
II

FISIKA



1
Temperatur
Der. C
38
40
2
Zat padat larut
mg/l
2000
4000
3
Zat padat tersuspensi
mg/l
200
400

KIMIA



1
pH
6,0 sampai 9,0
2
Besi terlarut (Fe)
mg/l
5
10
3
Mangan terlarut (Mn)
mg/l
2
5
4
Barium (Ba)
mg/l
2
3
5
Tembaga (Cu)
mg/l
2
3
6
seng (Zn)
mg/l
5
10
7
Krom heksavalen (Cr+6)
mg/l
0,1
0,5
8
Krom Total (Cr)
mg/l
0,5
1
9
Cadmium (Cd)
mg/l
0,05
0,1
10
Raksa (Hg)
mg/l
0,002
0,005
11
Timbal (Pb)
mg/l
0,1
1
12
Stanum
mg/l
2
3
13
Arsen
mg/l
0,1
0,5
14
Selenum
mg/l
0,05
0,5
15
Nikel (Ni)
mg/l
0,2
0,5
16
Kobalt (Co)
mg/l
0,4
0,6
17
Sianida (CN)
mg/l
0,05
0,5
18
Sulfida (H2S)
mg/l
0,05
0,1
19
Fluorida (F)
mg/l
2
3
20
Klorin bebas (Cl2)
mg/l
1
2
21
Amonia bebas (NH3-N)
mg/l
1
5
22
Nitrat (NO3-N)
mg/l
20
30
23
Nitrit (NO2-N)
mg/l
1
3
24
BOD5
mg/l
50
150
25
COD
mg/l
100
300
26
Senyawa aktif biru metilen
mg/l
5
10
27
Fenol
mg/l
0,5
1
28
Minyak nabati
mg/l
5
10
29
Minyak mineral
mg/l
10
50



BAB III
KESIMPULAN

       Indonesia sebagai negara sedang berkembang memiliki beragam ukuran dan jenis industri, baik dalam bentuk industri rumah tangga maupun industri ukuran besar. Yang salah satunya adalah industri pembutana tahu. Limbah cair tahu yang dihasilkan dari produksi pembuatan tahu dapat di tanggulangi dengan Bioremidiasi yang bantuna mikroorganisme EM4.
 

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Penanganan Limbah dengan Bioremidiasi. http://massofa.wordpress.com/2008/10/14/penanganan-limbah-dengan-bioremediasi/
Anonim. 2013. Pencemaran dan Penanganan limbah tahu. http://dedeharada.blogspot.com/2013/02/pencemaran-dan-penanganan-limbah-tahu.html
Anonim.      . F.A.Q. http://www.em4indonesia.com/faq
Gerard J. Tortora, Berdell R. Funke, Christine L. Case.- 10th ed, 2010,  Microbiology: an introduction. Great      Lakes      Bio      Systems.      Inc.      .co      Orb- 3.com/LakeAndPond         Orb-3         Professional Enzymes & Bacteria are the total solution.
Mara,  Duncan     and  Horan,N.J,  2003  Handbook  of water and wastewater microbiology, ISBN 0-12- 470100-0. Elsevier
Nurhidayati. 2013. Penuntun Praktikum Analisis Dampak Lingkungan. Universitas Islam Malang. Malang.
Undang-undang Tahun 2009, Nomor. 32 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

 " La-Tahzaan..."



Tidak ada komentar:

Posting Komentar