BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Indonesia sebagai negara sedang berkembang memiliki beragam ukuran dan jenis industri, baik dalam bentuk industri rumah tangga maupun industri ukuran besar. Aturan yang berhubungan dengan berbagai jenis limbah yang dihasilkan berbagai jenis industri tersebut
pada umumnya sudah tersedia. Seperti Undang-Undang No.32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No.32 Tahun 2009, yang mengatur pengelolaan lingkungan hidup menjadi salah satu materi kewenangan yang didesentralisasikan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah (Provinsi/Kabupaten/Kota). Aturan ini dilahirkan pada
dasarnya dengan tujuan agar limbah sebagai hasil sampingan berbagai jenis industri tersebut tidak merusak lingkungan pada saat dibuang ke dalam perairan.
Industri tahu pada umumnya beroperasi dalam bentuk usaha rumah tangga, dan limbah yang dihasilkannya pada dasarnya tidak dikelola dan dialirkan lansung ke
dalam perairan terdekat.
Sehingga hal ini berdampak pada perairan terdekat seperti sungai misalnya.
Apabila ini terus berlangsung secara berkala maka akan berdampak pada biota atau
mikrorganisme yang hidup didalam sungai, yang berperan penting dalam
mengatur keseimbangan biologis air, bukan
hanya itu sungai akan tercemar dan berbau tidak sedap. oleh karena itu
penanganan limbah cair secara dini mutlak perlu dilakukan.
Bioremidiasi adalah salah satu proses penganggulangan
terhadap limbah tahu dengan menggunakan bantuan mikroorganisme EM4. Diharapkan
dengan adanya bioremidiasi pencemaran limbah dari tahu yang terutama cair dapat
berkurang dan tidak mencemari lingkungan terutama perairan(sungai).
1.2.Rumusan Masalah.
1. Mengetahui gas – gas yang dihasilkan
dari industri limbah cair tahu, sehigga berpotensi mencemari lingkungan
perairan.
2.
Mengetahui dampak yang ditimbulkan dari
pencemaran limbah cair tahu.
3. Mengetahui
pengertian bioremidiasi.
4. Mengetahui
efektifitas mikroorganisme (EM4).
5. Mengetahui
proses penanggulangan limbah cair tahu dengan bioremidiasi menggunakan EM4.
1.3.Tujuan.
1. Unutk
mengetahui gas – gas yang dihasilkan
dari industri limbah cair tahu, sehigga berpotensi mencemari lingkungan
khususnya perairan.
2. Untuk
mengetahui dampak yang ditimbulkan dari pencemaran limbah cair tahu.
3. Untuk
mengetahui pengertian bioremidiasi.
4. Untuk
mengetahui efektifitas mikroorganisme (EM4).
5. Untuk
mengetahui proses penanggulangan limbah cair tahu dengan bioremidiasi
menggunakan EM4.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Limbah
Menurut Undang-undang Republik Indonesia (UU RI) No.
32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH),
definisi limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. Definisi secara
umum, limbah adalah bahan sisa atau buangan yang dihasilkan dari suatu kegiatan
dan proses produksi, baik pada skala rumahtangga, industri, pertambangan, dan
sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa gas dan debu, cair atau padat.
Di antara berbagai jenis limbah ini ada yang bersifat beracun atau berbahaya
dan dikenal sebagai Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3).
Semakin
meningkat kegiatan manusia, semakin banyak pula limbah yang dihasilkan. Oleh
karena itu perlu peraturan yang mengikat secara hukum terkait dengan limbah dan
pengelolaannya. UU No 32 Tahun 2009 sudah memuat aturan segala sesuatu yang
terkait limbah tersebut. Aturan itu menyangkut apa yang diperbolehkan, dilarang
dan sanksi hukumnya. UU no 32/2009 ini merupakan penyempurnaan dari UU sebelumnya
yaitu UU No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU No 4
Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Disamping itu, sudah ada UU yang lebih khusus lagi yaitu UU no 18 tahun 2008
tentang Pengelolaan Sampah.
·
Jenis-jenis limbah
dari zat pembentuknya adalah :
1. Limbah organik. Limbah ini dapat terurai secara alami,
contoh: sisa organisme (tumbuhan, hewan).
2. Limbah anorganik. Limbah ini sukar terurai secara
alami, contoh: plastik, botol, kaleng, dll.
·
Jenis-jenis limbah
dari bentuk fisiknya adalah:
1.
Limbah padat, yang
lebih dikenal sebagai sampah. Bentuk fisiknya padat.
Definisi
menurut UU No. 18 Tahun 2008, sampah adalah sisa kegiatan seharihari dan/atau
proses alam yang berbentuk padat. Contoh: sisa-sisa organisme, barang dari
plastik, kaleng, botol, dll.
2. Limbah cair. Bentuk fisiknya cair. Contoh: air buangan
rumahtangga, buangan industri, dll.
3. Limbah gas dan partikel. Bentuk fisiknya gas atau
partikel halus (debu). Contoh: gas buangan kendaraan (dari knalpot), buangan
pembakaran industri. (Murni. 2011).
2.2. Proses Produksi Tahu
Pada umumnya
tahu dibuat oleh para pengrajin atau industri rumah tangga dengan peralatan dan
teknologi yang sederhana. Urutan proses atau cara pembuatan tahu pada semua
industri kecil tahu pada umumnya hampir sama dan kalaupun ada perbedaan hanya
pada urutan kerja atau jenis zat penggumpal protein yang digunakan. Pemilihan
(penyortiran) bahan baku kedelai merupakan pekerjaan paling awal dalam
pembuatan tahu. Kedelai yang baik adalah kedelai yang baru atau belum tersimpan
lama digudang. Kedelai yang baru dapat menghasilkan tahu yang baik (aroma dan
bentuk). Untuk mendapatkan tahu yang mempunyai kualitas yang baik, diperlukan
bahan baku biji kedelai yang sudah tua, kulit biji tidak keriput, biji kedelai
tidak retakdan bebas dari sisa-sisa tanaman, batu kerikil, tanah, atau
biji-bijian lain. Kedelai yang digunakan biasanya berwarna kuning, putih, atau
hijau dan jarang menggunakan jenis kedelai yang berwarna hitam. Tujuan dari
penyortiran ini adalah agar kualitas tahu tetap terjaga dengan baik.
Proses yang
kedua adalah perendaman. Pada proses ini kedelai direndam dalam bak atau ember
yang berisi air selama ± 3-12 jam. Tujuan dari perendama ini adalah untuk
membuat kedelai menjadi lunak dan kulitnya mudah dikelupas. Setelah direndam,
kemudian dilakukan pengupasan kulit kedelai dengan jalan meremas-remas dalam
air, kemudian dikuliti. Setelah direndam dan dikuliti kemudian dicuci.
Pencucian sedapat mungkin dilakukan dengan alir yang mengalir. Tujuan pencucian
ini adalah untuk menghilangkan kotoran yang melekat maupun tercampur dalam
kedelai. Setelah kedelai direndam dan dicuci bersih, selanjutnya dilakukan
penggilingan. Proses penggilingan dilakukan dengan mesin, karena penggunaan
mesin akan memperhalus hasil gilingan kedelai. Pada saat penggilingan diberi
air mengalir agar bubur kedelai terdorong keluar. Hasil dari proses
penggilingan berupa bubur kedelai. Bubur kedelai yang sudah terdorong keluar
kemudian ditampung dalam ember. Pada proses pencucian dan perendaman kedelai
ini menggunakan banyak sekali air sehingga limbah cair yang dihasilkan akan
banyak pula. Tetapi sifat limbah ini belum mempunyai kadar pencemaran yang
tinggi.
Proses
selanjutnya adalah perebusan bubur kedelai dengan tujuan untuk menginaktifkan
zat antinutrisi kedelai yaitu tripsin inhibitor dan sekaligus meningkatkan
nilai cerna, mempermudah ekstraksi atau penggilingan dan penggumpalan protein
serta menambah keawatan produk. Bubur kedelai yang telah terbentuk kemudian
diberi air, selanjutnya dididihkan dalam tungku pemasakan. Setelah mendidih
sampai ± 5 (lima) menit kemudian dilakukan penyaringan. Dalam keadaan panas
cairan bahan baku tahu (bubur kedelai yang sudah direbus) kemudian disaring
dengan kain blaco atau kain mori kasar sambil dibilas dengan air hangat,
sehingga susu kedelai dapat terekstrak keluar semua. Proses ini menghasilkan
limbah padat yang disebut dengan ampas tahu. Ampas padat ini mempunyai sifat
yang cepat basi dan busuk bila tidak cepat diolah sehingga perlu ditempatkan
secara terpisah atau agak jauh dari proses pembuatan tahu agar tahu tidak
terkontaminasi dengan barang yang kotor.
Filtrat cair
hasil penyaringan yang diperoleh kemudian ditampung dalam bak. Kemudian filtrat
yang masih dalam keadaan hangat secara pelan-pelan diaduk sambil diberi asam
(catu). Pemberian asam ini dihentikan apabila sudah terlihat penggumpalan.
Selanjutnya dilakukan penyaringan kembali. Proses penggumpalan juga menghasilkan
limbah cair yang banyak dan sifat limbahnya sudah mempunyai kadar pencemaran
yang tinggi karena sudah mengandung asam.
Untuk
menggumpalkan tahu bisa digunakan bahan-bahan seperti batu tahu (sioko) atau
CaSO4 yaitu batu gips yang sudah dibakar dan ditumbuk halus menjadi tepung,
asam cuka 90%, biang atau kecutan dan sari jeruk. Biang atau kecutan yaitu sisa
cairan setelah tahap pengendapan protein atau sisa cairan dari pemisahan
gumpalan tahu yang telah dibiarkan selama satu malam. Tetapi biasanya para
pengrajin tahu memakai kecutan dari limbah itu sendiri yang sudah didiamkan
selama satu malam. Disamping memanfaatkan limbah, secara ekonomi juga dapat
menghemat karena tidak perlu membeli. Tahap selanjutnya yaitu pencetakan dan
pengepresan. Proses ini dilakukan dengan cara cairan bening diatas gumpalan
tahu dibuang sebagian dan sisanya untuk air asam. Gumpalan tahu kemudian
diambil dan dituangkan ke dalam cetakan yang sudah tersedia dan dialasi dengan
kain dan diisi sampai penuh. Cetakan yang digunakan biasanya berupa cetakan
dari kayu berbentuk segi empat yang dilubangi kecil-kecil supaya air dapat
keluar.
Selanjutnya
kain ditutupkan ke seluruh gumpalan tahu dan dipres. Semakin berat benda yang
digunakan untuk mengepres semakin keras tahu yang dihasilkan. Alat
pemberat/pres biasanya mempunyai berat ± 3,5 kg dan lama pengepresan biasanya ±
1 menit, sampai airnya keluar. Setelah dirasa cukup dingin, kemudian tahu
dipotong-potong sesuai dengan keinginan konsumen dipasar. Tahu yang sudah
dipotong-potong tersebut kemudian dipasarkan.
Dalam
pembuatan tahu biasanya pengrajin menambahkan bahan tambahan atau bahan
pembantu antara lain yaitu batu tahu (batu gips yang sudah dibakar dan ditumbuk
halus menjadi tepung), asam cuka 90%, biang/kecutan, yaitu sisa cairan setelah
tahap pengendapan protein atau sisa cairan dari pemisahan gumpalan tahu yang
telah dibiarkan selama satu malam, kunyit yang digunakan untuk memberikan warna
kuning pada tahu, garam yang digunakan untuk memberikan rasa sedikit asin ke
dalam tahu.
2.3. Karakteristik Limbah
Industri Tahu
Karakteristik
buangan industri tahu meliputi dua hal, yaitu karakteristik fisika dan kimia.
Karakteristik Fisika meliputi padatan total, padatan tersuspensi, suhu, warna,
dan bau. Karakteristik kimia meliputi bahan organik, bahan anorganik dan gas.
Suhu air limbah tahu berkisar 37-45°C, kekeruhan 535-585 FTU, warna 2.225-2.250
Pt.Co, amonia 23,3-23,5 mg/1, BOD5 6.000-8.000 mg/1 dan COD 7.500-14.000 mg/1.
Suhu
buangan industri tahu berasal dari proses pemasakan kedelai. Suhu limbah cair
tahu pada umumnya lebih tinggi dari air bakunya, yaitu 400C-460C. Suhu yang
meningkat di lingkungan perairan akan mempengaruhi kehidupan biologis,
kelarutan oksigen dan gas lain, kerapatan air, viskositas, dan tegangan
permukaan. Bahan-bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri tahu
pada umumnya sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik di dalam air buangan
tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Diantara
senyawa-senyawa tersebut, protein dan lemak adalah yang jumlahnya paling besar.
Protein mencapai 40-60%, karbohidrat 25-50% dan lemak 10%. Air buangan industri
tahu kualitasnya bergantung dari proses yang digunakan. Apabila air prosesnya
baik, maka kandungan bahan organik pada air buangannya biasanya rendah.
Komponen terbesar dari limbah cair tahu yaitu protein (Ntotal) sebesar
226,06-434,78 mg/l, sehingga masuknya limbah cair tahu ke lingkungan perairan
akan meningkatkan total nitrogen di perairan tersebut.
Gas-gas
yang biasa ditemukan dalam limbah tahu adalah gas nitrogen (N2). Oksigen (O2),
hidrogen sulfida (H2S), amonia (NH3), karbondioksida (CO2) dan metana (CH4).
Gas-gas tersebut berasal dari dekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat di
dalam air buangan.
Limbah
padat industri tahu berupa kulit kedelai dan ampas tahu. Ampas tahu masih
mengandung kadar protein cukup tinggi sehingga masih dapat dimanfaatkan sebagai
bahan pakan ternak dan ikan. Akan tetapi kandungan air ampas tahu yang masih
tinggi merupakan penghambat digunakannya ampas tahu sebagai makanan ternak.
Salah satu sifat dari ampas tahu ini adalah mempunyai sifat yang cepat tengik
(basi dan tidak tahan lama) dan menimbulkan bau busuk kalau tidak cepat
dikelola. Pengeringan merupakan salah satu jalan untuk mengatasinya.
Pengeringan juga mengakibatkan berkurangnya asam lemak bebas dan ketengikan
ampas tahu serta dapat memperpanjang umur simpan.
1.3. Karakteristik Limbah Cair
Secara umum karakteristik air
buangan dapat digolongkan atas sifat fisika, kimia dan biologi. Akan tetapi,
air buangan industri biaasanya hanya terdiri dari karakteristik kimia dan
fisika. Parameter yag digunakan untuk menunjukkan karakter air buangan industri
pangan adalah:
1. Parameter
fisika, seperti kekeruhan, suhu, zat padat, bau,dan lain-lain.
2. Parameter
Kimia.
Parameter
kimia dibedakan atas :
a.
Kimia Organik : kandungan organik (BOD, COD, TOC),
oksigen terlarut (DO), minyak/lemak, Nitrogen-Total (N-Total), dan lain-lain.
b.
Kimia anorganik: pH, Ca, Pb, Fe, Cu, Na, sulfur, H2S
, dan lain-lain.
Beberapa karakteristik limbah cair
industri tahu yang penting anatara lain:
1. Padatan
tersuspensi, yaitu bahan-bahan yang melayang dan tidak larut dalam air. Padatan
tersuspensi sangat berhubungan erat dengan tingkat kekeruhan air, semakin
tinggi kandungan bahan tersuspensi tersebut, maka air akan semakin keruh.
2. Biochemical
Oxygen Demand (BOD), merupakan parameter untuk menilai
jumlah zat organik yang terlarut serta menunjukkan jumlah oksigen yang
diperlukan oleh aktivitas mikroba dalam menguraikan zat organik secara biologis
di dalam limbah cair. Limbah cair industri tahu mengandung bahan-bahan organik
terlarut yang tinggi.
3. Chemical
Oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimiawi merupakan
jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh oksidator (misal kalium dikhormat) untuk
mengoksidasi seluruh material baik organik maupun anorganik yang terdapat dalam
air. Jika kandungan senawa organik dan anorganik cukup besar, maka oksigen
terlarut di dalam air dapat mencapai nol sehingga tumbuhan, air, ikan-ikan dan
hewan air lainnya yang membutuhkan oksigen tidak memungkinkan hidup.
4. Nitrogen-Total (N-Total)
yaitu fraksi bahan-bahan organaik campuran senyawa kompleks antara lain
asam-asam amino, dan protein (polimer asam amino). Dalam analisis limbah cair,
N-Total terdiri dari campuran N-organik, N-amonia, nitrat dan nitrit. Nitrogen
organik dan nitrogen amonia dapat ditentukan secara analitik menggunakan metode
Kjeldahl, sehingga lebih lanjut konsentrasi total keduanya dapat dinyatakan
sebagai Total Kjeldahl Nitrogen (TKN). Senyawan-senyawa N-Total adalah senyawa-senyawa
yang mudah terkonversi menjadi amonium (NH4+) melalui
aksi mikroorganisme dalam lingkungan air atau tanah.
5. Derajat
Keasaman (pH). Air limbah industri tahu sifatnya cenderung asam,
pada keadaan asam ini akan terlepas zat-zat yang mudah menguap. Hal ini
mengakibatkan limbah cair industri tahu mengeluarkan bau busuk.
2.5. Dampak Yang Ditimbulkan Dari
Pencemaran Limbah Tahu Cair.
Limbah usaha kecil pangan dapat
menimbulkan masalah dalam penanganannya karena mengandung sejumlah besar
karbohidrat, protein, lemak, garam-garam, mineral, dan sisa-sisa bahan kimia
yang digunakan dalam pengolahan dan pembersihan. Air buangan (efluen) atau
limbah buangan dari pengolahan pangan dengan Biological Oxygen Demand ( BOD)
tinggi dan mengandung polutan seperti tanah, larutan alkohol, panas dan
insektisida. Apabila efluen dibuang langsung ke suatu perairan akibatnya
menganggu seluruh keseimbangan ekologik dan bahkan dapat menyebabkan kematian
ikan dan biota perairan lainnya.
Limbah industri tahu adalah limbah
yang dihasilkan dalam proses pembuatan tahu maupun pada saat pencucian kedelai.
Limbah yang dihasilkan berupa limbah padat dan cair. Limbah padat belum
dirasakan dampaknya terhadap lingkungan karena dapat dimanfaatkan untuk makanan
ternak, tetapi limbah cair akan mengakibatkan bau busuk dan bila dibuang
langsung ke sungai akan menyebabkan tercemarnya sungai. Limbah cair yang
dihasilkan mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut, akan mengalami
perubahan fisika, kimia, dan hayati yang akan menghasilkan zat beracun atau
menciptakan media untuk tumbuhnya kuman dimana kuman ini dapat berupa kuman
penyakit atau kuman lainnya yang merugikan baik pada tahu sendiri ataupun tubuh
manusia. Bila dibiarkan dalam air limbah akan berubah warnanya menjadi coklat
kehitaman dan berbau busuk. Bau busuk ini akan mengakibatkan sakit pernapasan.
Apabila limbah ini dialirkan ke sungai maka akan mencemari sungai dan bila
masih digunakan maka akan menimbulkan penyakit gatal, diare, dan penyakit
lainnya.
2.6. Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu
Berbagai upaya untuk mengolah limbah cair industri
tahu telah dicoba dandikembangkan. Secara umum, metode pengolahan yang
dikembangkan menjadi metode kimi, fisika dan biologi.
Bioremidiasi merupakan metode yang
masuk dalam kategori pengolahan limbah cair industir tahu secara biologi yang
memanfaatkan mikroorganisme.
2.7. Pengertian Bioremidiasi.
Bioremediasi
merupakan penggunaan mikroorganisme yang
telah dipilih untuk ditumbuhkan pada polutan tertentu sebagai upaya untuk menurunkan kadar polutan tersebut.
Pada saat proses
bioremediasi berlangsung, enzim-enzim yang diproduksi oleh
mikroorganisme memodifikasi struktur polutan beracun menjadi tidak kompleks
sehingga menjadi metabolit yang tidak beracun dan berbahaya.
Sehubungan dengan bioremediasi,
Pemerintah Indonesia telah mempunyai payung hukum yang mengatur standar baku kegiatan
Bioremediasi
dalam mengatasi permasalahan lingkungan akibat kegiatan pertambangan
dan perminyakan serta bentuk pencemaran
lainnya (logam
berat
dan pestisida) melalui Kementerian
Lingkungan Hidup,
Kep Men
LH
No.128 tahun 2003, tentang tatacara
dan persyaratan teknis dan pengelolaan
limbah minyak bumi dan tanah
terkontaminasi oleh
minyak bumi secara biologis (Bioremediasi) yang
juga mencantumkan bahwa
bioremediasi dilakukan dengan menggunakan mikroba lokal.
Pada dasarnya,
pengolahan secara
biologi dalam pengendalian pencemaran air, termasuk
upaya bioremediasi,
dengan memanfaatkan
bakteri bukan hal baru namun telah memainkan peran
sentral
dalam pengolahan
limbah konvensional sejak
tahun 1900-an
(Mara, Duncan and
Horan, 2003). Saat ini, bioremediasi
telah berkembang pada pengolahan air
limbah yang mengandung
senyawa-senyawa kimia yang
sulit untuk didegradasi dan
biasanya dihubungkan dengan
kegiatan industri,
antara lain logam-logam berat, petroleum hidrokarbon, dan senyawa-senyawa
organik terhalogenasi seperti pestisida dan herbisida (Tortora, 2010), maupun nutrisi dalam air seperti nitrogen dan fosfat pada
perairan tergenang (Great Lakes Bio Systems.
Inc. Co Orb-3.com/). Pengembangan IPTEK dalam bioremediasi untuk detoksifikasi
atau menurunkan polutan dalam pengendalian
pencemaran air telah menjadikan
metoda ini menjadi lebih menguntungkan dibandingkan dengan
metoda yang menggunakan
bahan kimia.
2.8. Efektifitas Mikroorganisme (EM4).
EM merupakan kultur
campuran dari microorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. EM
diaplikasikan sebagai inokulan untuk meningkatkan kergaman dan populasi
mikroorganisme di dalam tanah dan tanaman, yang selanjutnya dapat meningkatkan
kesehatan, pertumbuhan, kuantitas dan kualitas produksi tanaman. EM terbuat
dari kultur campuran spesies mikroorganisme alami yang terdapat dalam
lingkungan alam dimanapun. Mikroorganisme EM bukan hasil rekayasa genetik.
Mikroorganisme yang terdapat di EM yang dipasarkan di Indonesia, adalah jenis
mikroorganisme alami yang ada/hidup di Indonesia.
Mikroorganisme yang terdapat di dalam EM
terdiri dari: Lactobacillus (bakteri asam laktat), bakteri fotosintetik, Actinomycetes,
Strepmyces sp, dan ragi. EM meningkatkan fermentasi limbah dan sampah organik,
meningkatkan ketersediaan nutrisi terhadap tanaman serta menekan aktivitas
serangga hama dan mikroorganisme patogen.
Disamping diterapkan pada tanah dan
tanaman, EM juga dapat diterapkan dalam pengolahan limbah untuk mempercepat
penguraian air limbah, memperbaiki tanah dasar tambak untuk mempercepat
pertumbuhan ikan dan udang, disemprotkan pada kandang ternak untuk
menghilangkan polusi bau pada limbah ternak, dicampurkan pada air minum dan
makanan ternak untuk memperbaiki mikroorganisme yang ada dalam perut ternak
sehingga pertumbuhan dan produksi ternak menjadi meningkat.
Cara kerja EM telah
dipublikasikan secara ilmiah yang menunjukan bahwa EM dapat, menekan
pertumbuhan patogen tanah, mempercepat fermentasi limbah dan sampah organik,
meningkatkan ketersediaan nutrisi dan senyawa organik pada tanaman,
meningkatkan aktivitas mikroorganisme indogenus yang menguntungkan, seperti ; Mycorhiza,
Rhizobium, bakteri pelarut, fosfat, Memfiksasi nitrogen, Mengurangi
kebutuhan pupuk dan pestisida kimia. Dengan cara tersebut EM dapat menekan
pertumbuhan mikroorganisme pathogen yang selalu merupakan masalah pada budidaya
monokultur dan budidaya tanaman sejenissecara terus menerus (continuous
cropping). EM memfermentasikan sisa-sisa pakan dan kulit udang/ikan pada
tanah dasar tambak, sehingga gas beracun (metan, dan H2S, Mercaptan,
dll) dan panas pada tanah dasar tambak menjadi hilang, untuk selanjutnya
udang/ikan dapat hidup dengan baik. Dengan cara yang sama EM juga
memfermentasikan limbah dan kotoran ternak, hingga lingkungan kandang menjadi
tidak bau, ternak tidak mengalami stress sehingga nafsu makannya meningkat. EM
yang diminumkan dengan dosis 1 : 1000 pada minuman ternak, hidup dalam usus
ternak, berfungsi untuk menekan populasi mikroorganisme pathogen di dalam usus
sehingga ternak menjadi sehat.
2.9. Proses Penanggulangan Limbah Cair Tahu dengan
Bioremidiasi menggunakan EM4.
Untuk melihat pengaruh pemberian EM4 maka
dilakukan percobaan selama 15 hari dengan berbagai konsentrasi, dan berikut
adalah prosedur yang dilakukan :
1.
Efektivitas mikroorganisme (EM4) terlebih dahulu
diaktifkan sebelum ditambahkan kedalam limbah cair tahu yang dijadikan tretmen,
yaitu mencampur EM4 dan air bersih dengan pembanding 1 : 20, dan difermentasi
selama 5 – 7 hari. Waktu dan perbandingan ini sesuia dengan prosedur penggunaan
EM4 untuk pengolahan limbah organik. Fermentasi tersebut dimaksudkan untuk
memberikan kesempatan kepada EM4 untuk aktif dan berkembang biak lebih banyak,
sehingga mikroorganisme dapat bekerja dengan efesien dan optimal sebelum
dicampurkan kedalam limbah cair tahu.
2.
Persiapan wadah.
Ember
plastik kecil diisi dengan air limbah tahu sebanyak 2 liter. Selanjutnya EM4
yang telah diaktifkan dicampur dengan air limbah tahu sesuia dengna
perbandingan dalam perlakuan. Dimana perlakuan P1 diisi dengna 100 ml EM4
dicampur dengan 2000 ml limbha tahu(2 liter limbah tahu). Perlakuan P2 diisi
dengan 200 ml EM4 dicampurkan dengan 2000 ml limbah tahu. Pelakuan P3 hanya
diisi 2000 ml limbah tahu. Ketiga perlakuan ini diulang sebanyak 3 kali. Ketiga
perlakuan ini diberikan perlakuan mekanisme dengna aerator sederha unutk
menambah oksigen dan mempercepat proses degradasi limbah oleh mikroorganisme. (Hal
ini dilakukan selama 15 hari).
Baku Mutu Limbah Cair Menurut KEPMENLH No. KEP-51/MENLH/10/1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri
NO
|
PARAMETER
|
SATUAN
|
GOLONGAN BAKU MUTU
|
|
|
|
|
I
|
II
|
|
FISIKA
|
|
|
|
1
|
Temperatur
|
Der. C
|
38
|
40
|
2
|
Zat padat larut
|
mg/l
|
2000
|
4000
|
3
|
Zat padat tersuspensi
|
mg/l
|
200
|
400
|
|
KIMIA
|
|
|
|
1
|
pH
|
6,0 sampai 9,0
|
||
2
|
Besi terlarut
(Fe)
|
mg/l
|
5
|
10
|
3
|
Mangan terlarut
(Mn)
|
mg/l
|
2
|
5
|
4
|
Barium (Ba)
|
mg/l
|
2
|
3
|
5
|
Tembaga (Cu)
|
mg/l
|
2
|
3
|
6
|
seng (Zn)
|
mg/l
|
5
|
10
|
7
|
Krom heksavalen (Cr+6)
|
mg/l
|
0,1
|
0,5
|
8
|
Krom Total (Cr)
|
mg/l
|
0,5
|
1
|
9
|
Cadmium (Cd)
|
mg/l
|
0,05
|
0,1
|
10
|
Raksa (Hg)
|
mg/l
|
0,002
|
0,005
|
11
|
Timbal (Pb)
|
mg/l
|
0,1
|
1
|
12
|
Stanum
|
mg/l
|
2
|
3
|
13
|
Arsen
|
mg/l
|
0,1
|
0,5
|
14
|
Selenum
|
mg/l
|
0,05
|
0,5
|
15
|
Nikel (Ni)
|
mg/l
|
0,2
|
0,5
|
16
|
Kobalt (Co)
|
mg/l
|
0,4
|
0,6
|
17
|
Sianida (CN)
|
mg/l
|
0,05
|
0,5
|
18
|
Sulfida (H2S)
|
mg/l
|
0,05
|
0,1
|
19
|
Fluorida (F)
|
mg/l
|
2
|
3
|
20
|
Klorin bebas
(Cl2)
|
mg/l
|
1
|
2
|
21
|
Amonia bebas
(NH3-N)
|
mg/l
|
1
|
5
|
22
|
Nitrat (NO3-N)
|
mg/l
|
20
|
30
|
23
|
Nitrit (NO2-N)
|
mg/l
|
1
|
3
|
24
|
BOD5
|
mg/l
|
50
|
150
|
25
|
COD
|
mg/l
|
100
|
300
|
26
|
Senyawa aktif biru
metilen
|
mg/l
|
5
|
10
|
27
|
Fenol
|
mg/l
|
0,5
|
1
|
28
|
Minyak nabati
|
mg/l
|
5
|
10
|
29
|
Minyak mineral
|
mg/l
|
10
|
50
|
BAB III
KESIMPULAN
Indonesia sebagai negara sedang berkembang memiliki beragam ukuran dan jenis industri,
baik dalam bentuk industri rumah tangga maupun industri ukuran besar.
Yang salah satunya adalah industri pembutana tahu. Limbah cair tahu yang
dihasilkan dari produksi pembuatan tahu dapat di tanggulangi dengan
Bioremidiasi yang bantuna mikroorganisme EM4.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Penanganan Limbah dengan
Bioremidiasi. http://massofa.wordpress.com/2008/10/14/penanganan-limbah-dengan-bioremediasi/
Anonim. 2013. Pencemaran dan Penanganan limbah
tahu. http://dedeharada.blogspot.com/2013/02/pencemaran-dan-penanganan-limbah-tahu.html
Anonim.
. F.A.Q. http://www.em4indonesia.com/faq
Gerard J. Tortora,
Berdell R. Funke, Christine L. Case.-
10th
ed, 2010, Microbiology:
an introduction. Great Lakes Bio
Systems. Inc.
.co
Orb- 3.com/LakeAndPond Orb-3
Professional Enzymes & Bacteria are
the total solution.
Mara, Duncan and Horan,N.J, 2003
Handbook of
water and wastewater microbiology, ISBN 0-12- 470100-0.
Elsevier
Nurhidayati. 2013. Penuntun Praktikum Analisis
Dampak Lingkungan. Universitas Islam Malang. Malang.
Undang-undang Tahun 2009, Nomor. 32 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
" La-Tahzaan..."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar