BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Di alam ini terdapat
berbagai macam jenis jamur, tetapi tidak semua jenis jamur dapat dikonsumsi.
Jamur yang dapat dikonsumsi umumnya merupakan jamur saprofit yang tumbuh
spontan dilapang atau dialam terbuka pada bahan-bahan yang mengalami pelapukan.
Beberapa jenis jamur yang dapat dikonsumsi antara lain : jamur tiram, jamur
merang, jamurum sitake, jamur kuping dan jamur kancing.
Jamur tiram (Pleurotus spp) merupakan salah satu dari jamur
edibel komersial, bernilai ekonomi tinggi dan prospektif sebagai sumber
pendapatan petani. Dari segi gizinya, jamur tiram mengandung berbagai mineral
anorganik, dan rendah lemak. Kadar protein dalam jamur tiram lebih baik bila
dibandingkan sumber protein lain seperti kedelai atau kacang-kacangan (Sumarsih, 2010).
Jamur merupakan tanaman yang tidak memiliki klorofil sehingga tidak dapat melakukan
proses fotosintesis untuk menghasilkan makanan sendiri. Jamur hidup dengan cara
mengambil zat-zat Makanan seperti selulosa, glukosa, lignin, protein dan
senyawa karbohidrat dari organisme lain.
Jamur tiram putih telah banyak
dibudidayakan dengan menggunakan limbah pertanian dan sampah organik sebagai
media tumbuhnya. Hal ini digunakan karena melimpahnya limbah pertanian dan
sampah organik sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan. Salah satu cara yang
dapat digunakan adalah penggunaan limbah pertanian dan sampah organik sebagai
media atau substrat tumbuh jamur tiram putih.
Menurut Cahyana dan Bachrun (1997) media tumbuh merupakan salah
satu aspek penting yang menentukan tingkat keberhasilan budidaya jamur. Media
jamur tiram putih yang digunakan harus mengandung nutrisi yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan dan produksi,
diantaranya yaitu lignin, karbohidrat (selulosa dan glukosa), protein, nitrogen, serat, dan
vitamin. Senyawa ini dapat diperoleh dari
serbuk gergaji kayu albasia/sengon, bekatul, daun rumput alang-alang, ampas
tebu(bagas), jerami padi, limbah kulit polong kacang jogo, kulit kacang tanah, daun
pisang kering, limbah batang/daun teh, kuntang(kulit padi dibakar), limbah
batang/kulit kayu kina, rumput gajah, sabut kelapa dan sampah organik hijau.
1.2.Rumusan Masalah
1.
Mengetahui limbah pertanian dan sampah
organik yang dapat digunakan untuk substrat atau media jamur tiram putih.
2.
Mengetahui alternatif lain yang dapat digunakan untuk media atau
substrat jamur tiram putih.
3.
Mengetahui limbah pertanian dan sampah
organik yang efektif untuk pertumbuhan jamur tiram putih.
1.3.Tujuan
1. Untuk
mengetahui limbah pertanian dan sampah organik yang dapat digunakan untuk
substrat atau media jamur tiram putih.
2. Untuk
mengetahui alternatif lain yang dapat digunakan untuk media atau substrat jamur
tiram putih.
3. Untuk
mengetahui limbah pertanian dan sampah organik yang efektif untuk pertumbuhan
jamur tiram putih.
BAB
II
PEMBAHASAN
Klasifikasi
jamur tiram putih menurut Darnetty (2006) adalah:
Kingdom : Plantae
Divisio : Mycota
Sub Divisio : Eumycotina
Kelas : Basidiomycetes
Sub Kelas : Homobasidiomycetidae
Ordo : Himenomycetales
Sub Ordo : Agaricales
Famili : Agariceae
Genus : Pleurotus
Spesies : Pleurotus
ostreatus
Jamur tiram
putih merupakan organisme eukariotik (memiliki sel berinti sejati) yang
digolongkan pada kelompok cendawan sejati. Menurut Darnetty (2006), jamur
merupakan organisme yang tidak mempunyai klorofil, sehingga dia tidak mempunyai
kemampuan untuk memproduksi makanan sendiri atau dengan kata lain jamur
tidak bisa memanfaatkan karbondioksida sebagai sumber karbonnya. Jamur
memerlukan senyawa organik, baik dari bahan organik mati maupun dari
organisme hidup, sehingga jamur dikatakan juga organisme hetrotrofik.
Jamur tiram putih hidup dan memperoleh makanan dari bahan organik mati seperti
sisa- sisa hewan dan tumbuhan, sehingga dinamakan jamur saprofit.
Dalam
budidaya jamur yang sangat penting dan mutlak peranannya adalah media atau
substrat. Seperti yang telah diketahui substart dapat terbuat dari limbah
pertanian dan sampah organik. Dari limbah pertanian, seperti dari serbuk
gergaji kayu albasia Daun pisang kering, kulit kacang polong jogo, serbuk kayu
campuran, jerami padi, sabut kelapa, daun rumput alang – alang, ampas
tebu(bagas), kulit polong kacang tanah, limbah batang/ daun teh, kuntang(kulit
padi yang dibakar), limbah batang/kulit kayu kina, dan rumput gajah dan sampah
organik yaitu sampah hijau. Penggunaan limbah pertanian dan sampah organik
diharapkan dapat menggurangi atau bahkan dapat mencegah pencemaran lingkungan
yang nantinya akan ditimbulkan.
Limbah
pertanian adalah bagian tanaman pertanian diatas tanah bagian pucuk, batang
yang tersisasetelah dipanenatau diambil hasil utamanya, atau bisa dikatakan
bahan yang dibuang di sektor pertanian. Misalnya serbuk gergaji kayu, ampas
tebu, jerami, bekatul dan lain – lian.
Sampah Organik adalah merupakan barang yang dianggap
sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi masih
bisa dipakai kalau dikelola dengan prosedur yang benar. Misal sampah hijau.
Dari jurnal
penelitian yang kami kutip yaitu “ Perbaikan Produksi Jamur Tiram Pleurotus
ostreotus Strain Florida dengan Modifikasi Bahan Baku Utama Substrat “ bahwa
peneliti bertujuan untuk mendapatkan jenis bahan baku alternatif lain selian
serbuk gergaji kayu dengna penambahan bahan aditif berupa bekatul untuk
budidaya jamur tiram putih. Metode percobaannya menggunakan rancangan petak
terpisah dengan 3 ulangan. Sebagai petak konsentrasi bekatul (B), terdiri dari
4 taraf faktor yaitu 5, 10, 15 dan 20 %. Anak petak adalah bahan baku utama
media produksi (S), terdiri atas 13 jenis yaitu serbuk kayu (kontrol). Daun pisang kering, kulit kacang polong jogo,
serbuk kayu campuran, jerami padi, sabut kelapa, daun rumput alang – alang,
ampas tebu(bagas), kulit polong kacang tanah, limbah batang/ daun teh, kuntang (kulit
padi yang dibakar), limbah batang/kulit kayu kina, dan rumput gajah. Semua
bahan baku dalam keadaan kering.
Variabel
yang diamati dalam penelitian ini adalah kecepatan tumbuh miselium pada
substrat, lama waktu miselium bibit jamur tumbuh memenuhi substrat/lama waktu
inkubasi, dan jamur tiram berproduksi pada substrat, produksi jamur tiram
(bobot segar jamur per kg substrat), total jumlah panen, dan hasil jamur
tiram yang di ekspresikan dalam nilai
efisiensi biologi (Biological Efficiency
= BE) (Oei 2003).
Hasil
penelitian mengungkapkan bahwa pertumbuhan awal miselium paling cepat terjadi pada bibit yang di
inokulasikan pada substrat kulit polong kacang jogo + bekatul 5 – 10%, sabut
kelapa, daun alang – alang, bagas tebu, kulit kacang tanah (semua ditambahkan
bekatul 5 – 20%). Menurut peneliti hal ini kemungkinan dikarenakan jenis bahan
baku substrat tersebut mengandung nilai nutrisi yang mencukupi untuk terjadi
pertumbuhan awal miselium cepat.
Untuk
pertumbuhan miselium yang paling lambat, yaitu berasal dari substrat kuntang
dengan penambahan bekatul 5 – 20%. Hal ini kemungkinan dikarenakan oleh
hubungan rendahnya unsur hara N, P, K, Ca dan Mg yang dikandung kuntang
sehingga pertumbuhan awal miselium lambat. Namun kuntang juga memiliki
kelebihan yang positif yaitu memiliki aerasi dan kapasitas memegang air yang
baik (Poincelot 1979 dalam Lakitan 1995). Melihat hal ini sehingga dapat
disimpulkan bahwa kecepatan awal tumbuhnya miselium jamur tiram putih yang
dihasilkan bergantung pada jenis substrat yang digunakan dengan penambahan
bekatul dengan konsentrasi antara 5 – 20%.
Dalam waktu
akhir tumbuh miselium memenuhi bag log substrat yang tercepat berasal dari
aplikasi jenis bahan baku serguk gergaji kayu albasia dan kulit polong kacang
jogo di tambah bekatul 5 – 10%, serta serbuk gergaji kayu albasia, serbuk
gergaji kayu campuran, dan jerami padi menghasilakan waktu akhir pertumbuhan
miselium yang tercepat yaitu 19, 20 – 21, dan 55 hari. Meskipun awal pertumbuhan
tidak yang paling cepat. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh ketiga jenis bahan
baku substrat tersebut mengandung selulosa dan lignin tinggi dengan kandungan
nutrisi cukup baik untuk mendukung prtumbuhan miselium (Gramss 1979; Kaul et
al. 1981; Gujral et al 1989).
Substart
berupa kuntang dan rumput gajah ditambah bekatul 5 – 20% menghasilkan waktu
pertumbuhan akhir miselium jamur tiram putih yang terlama, yaitu antara 38 – 45
hari. Hal ini dikarenakan kuntang dan rumput gajah mengandung nutrisi yang
kurang mendukung untuk pertumbuhan dan perkembangan jamur tiram putih.
Kemungkinan lain peneliti menyatakan bahwa aplikasi kuntang dan rumput gajah memerlukan
bahan nurisi tambahan dan metode persiapan substrat yang berbeda dibandingkan
dengan aplikasi serbuk gergaji kayu yang umum digunakan.
Jangka
waktu yang dibutuhkan untuk miselium jamur tiram putih memenuhi bag log
substrat sampai kedasar(100%) yang tercepat berasal dari serbuk kayu gergaji
albasia + bekatul 5 – 10%, kulit polong kacang jogo + bekatul 5%, serbuk kayu
gergaji campuran, jerami padi + bekatul
5 – 20% .
Sedangkan
substrat sabut kelapa + bekatul 5 – 20% memerlukan waktu yang paling lama dalam
memenuhi bag log hingga dasar, hal ini kemungkinan disebabkan oleh bahan baku
substrat sabut kelapa mengandung nutrisi yang rendah dan tidak mencukupi untuk
mendukung pertumbuhan dan perkembangan miselium jamur tiram meskipun telah
ditambahkan bahan aditif berupa bekatul sampai 20%. Aplikasi sabut kelapa perlu
dikomposkan terlebih dahulu sebelum digunakan untuk substrat jamur turam (Theradi
1992) namun dalam penelitian ini tidak dikomposkan terlebih dahulu.
Produksi
bobot segar jamur tertinggi yaitu 2.317,36 g/kg bobot substrat basah) berasal
dari bibit jamur tiram yang di inokulasikan pada substrat berupa serbuk gergaji
kayu albasia + bekatul 5%. Hal ini kemungkinan terjadi karena komposisi
kandungan gizi serbuk kayu gergaji albasia cocok untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi serta pertumbuhan dan perkembangan tubuh buah jamur tiram putih. Secara
keseluruhan bobot segar jamur tiram putih termasuk tinggi, oleh karena itu
jenis bahan baku substrat lainnya juga dianggap berproduksi tinggi, yaitu
substrat daun pisang + bekatul 5 – 10%, bagas tebu tebu + bekatul 5 – 10%, serbuk gergaji kayu campuran + bekatul
10%, jerami padi + bekatul 5 – 10%, dan rumput alnag – alang + bekatul 10%.
Bahan baku substrat tersebut dinyatakan cocok untuk budidaya jamur tiram putih.
Apabila suatu daerah sulit mendapatkan serbuk gergaji kayu maka budidaya jamur
tiram putih masih dapat menggunakan ke lima bahan baku substrat alternatif
tersebut dengan penambahan bekatul 5 – 10%.
Daun pisang
kering + rumput alang – alang yang dulunya tidak bermanfaat, sekarang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku substrat jamur tiram puith yang berdaya guna
dan berproduksi tinggi. Namun aplikasi limbah teh, limbah kina, kuntang dan
rumput gajah tidak sesuai digunakan sebagai bahan baku substrat budidaya jamur
tiram puith. Hal ini dikarenakan lamanya miselium bibit tumbuh memenuhi bag log
substrat, kemudian miselium mati dan tidak dihasilkan. selain itu kemungkinan
yang lain adalah bahwa limbah teh dan kina mengandung zat alkaloid seperti
thein dan kinin konsentrasi cukup tinggi untuk menghambat pertumbuhan dan
perkembangan miselium jamur tiram putih.
Kuntang
bernutrisi rendah sehingga tidak dapt mendukung pertumbuhan dan perkembangan
miselium jamur tiram putih. Sedangkan untuk aplikasi rumput gajah gagal
memproduksi tubuh buah jamur tiram putih, kemungkinan waktu perendaman bahan
baku tersebut sebelum disusun menjadi formula substrat terlampau lama dan tidak
sesuai, perendaman dilakukan selama 3 jam. Akan lebih naik untuk rumput gajah
tidak dilakukan perendaman terlebih dahulu. Mungkin itu akna lebih baik.
Nialai
efesiensi biologi (EB) yang tertinggi adalah 81,03% berasal dari kombinasi
aplikasi substrat serbuk gergaji kayu albasia dan bekatul 5%, Artinya substrat
tersebut efesien sebesar 81,03% dikonversi sedemikian rupa secara proses
biologi oleh miselium jamur tiram putih sehingga mampu menghasilakan produksi
bobot segar jamur tiram putih tertinggi yaitu 2.317,36 g/kg bobot substrat
basah).
Jumlah
panen terbanyak 9 sampai 12 kali berasal dari substrat serbuk gergaji kayu
albasia + daun pisang kering + bekatul 5 – 15%, bagas tebu + bekatul 5 – 10%,
serbuk gergaji kayu campuran + bekatu l0%, jerami padi + bekatul 5 – 15%. Data
jumlah panen ini mendukung hasil produkis bobot segar jamur tiram putih tinggi
yang dibudidayakan pada berbagia bahan baku substrat tersebut.
Hasil
produksi bobot segar jamur tiram yang tertinggi pada jurnal penelitian ini
yaitu substrat serbuk gegaji kayu albasia + bekatul 5% untuk diproduksi selama
65 hari. Sedangkan waktu jamur tiram putih berrpoduksi yang dibutuhkan pada
berbagai bahan baku substrat alternatif yang baika adalah lima jenis, yaitu
antara 43 sampai 60 hari.
Selain
beberapa substart diatas ada sebuah artikel yang memuat mengenai pemanfaatan
sampah organik hijau sebagai media atau substrat jamur tiram putih. dalam
artikel ini cara pemuatan substratnya hampir
sama dengan pembutan substrat dari limbah pertanian diatas, namun yang
membedakan terlektak pada pengomposan, setelah pencampuran semua bahan seperti Serbu
gergaji kayu 45%, Nutrisi 20%, Sampah Hijau 30%, gypsum(CaSO4)
5 %. Kemudian di komposkan dengna cara ditutup
rapat dengan plastik atau terpal selama 2 x 24 jam dan dibolak-balik.
Pengomposan ini dilakukan agar senyawa – senyawa komplek yang
terdapat dalam bahan – bahan lebih mudah
terurai menjadi senyawa sederhana yang dapat dicerna oleh jamur sehingga
pertumbuhan jamur lebih optimal.
BAB III
KESIMPULAN
1.1. Keismpulan
Jamur tiram (Pleurotus spp) merupakan salah satu dari
jamur edibel komersial, bernilai ekonomi tinggi dan prospektif sebagai sumber
pendapatan petani. Dari segi gizi, jamur tiram mengandung berbagai mineral
anorganik, dan rendah lemak.
Menurut Cahyana dan Bachrun (1997) media
tumbuh merupakan salah satu aspek penting yang menentukan tingkat keberhasilan
budidaya jamur. Media jamur tiram putih yang digunakan harus mengandung nutrisi
yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan
produksi, diantaranya yaitu lignin, karbohidrat (selulosa dan glukosa), protein, nitrogen, serat, dan
vitamin.
Hasil jurnal
penelitian “ Perbaikan Produksi Jamur Tiram Pleurotus ostreotus Strain Florida
dengan Modifikasi Bahan Baku Utama Substrat “ mengungkapkan bahwa
aplikasi substrat serbuk kayu gergaji albasia dikombinasikan dengan bekatul 5%
menghasilkan bobot segar jamur tiram putih tertinggi yaitu 2317,36 g/kg bobot
substrat basah dengan efesiensi biologi(EB) 81,03%. Hasil tersebut dicapai selama
65 hari masa berproduksi dengan jumlah panen 12 kali. Selain serbuk kayu
gergaji albasia, bahan baku substart serbug gergaji kayu campuran, daun pisang
kering, kulit kacang polong jogo, serbuk kayu campuran, jerami padi, daun
rumput alang – alang, ampas tebu(bagas) dengan penambahan bekatul antara 5 –
15%, juga merupakan bahan baku alternatif yang dapat digunakan sebagau bahan
baku substrat untuk budidaya jamur tiram putih. Hasil bobot segar jamur tiram
putih dari berbagai jenid bahan baku alternatif, yaitu antara 600 sampai 1.200
g/kg bobot substrat basah dnegan nilai EB antara 10 sampai 35%.
1.2. Saran
Berdasarkan pembahasan makalah diatas
diharapkan bagi masyarakat dan terutama mahasiswa dapat mengetahui berbagai
media atau substrat yang dapat digunakan dalam budidaya jamur tiram putih
selain serbuk gergaji kayu, masih banyak media yang dapat dimanfaatkan untuk
media atau substrat dalam budidaya jamur tiram putih.
DAFTRA PUSTAKA
Anonim. 2012.
Berita terbaru Pengertian limbah pertanian. http://spoilerin.blogspot.com/2012/03/pengertian-limbah-pertanian.html.
Anonim. 2012. Pemanfaatan Sampah Hijau sebagi Media Tanam Jamur Tiram Putih. http:// Pemanfaatan Sampah Hijau sebagi Media Tanam Jamur Tiram Putih _ Andi's blog.html.
Cahyana,
Muchroji dan M. Bachrun. 1997. Jamur Tiram. Jakarta: Penebar Swadaya.
Darnetty.
2006. Pengantar Mikologi. Padang: Andalas Universitas Press.
Gramss, G. 1979. Some
differences ij response to competitive microorganisms deciding on growing
success and yeild of wood.
Gujral, G., S. Jain, and P. Vasudevan. 1989. Studies on mineral
uptake of Ipomea aquatica treated
with saline water and translocation of these minerals to the fruit body of
Pleurotus sayor-caju. Mushroom Sci.
12(2) : 1 – 6.
Kaul, T., M. Khurana, and J. Kachroo. 1981. Chemical composition
of cereal straw of the Khasmir Valley. Mushroom
Sci. 11(2) : 19 – 25.
Lakitan, B. 1995. Hortikultura,
teori budidaya dan pasca panen. Penerbit PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Oei,
P. 2003. Mushroom Cultivation. 3rd
ed. Appropriate technology for mushroom growers.
Beckhuiys
Publishers, Leiden. The Netherlands. pp.28 – 31.
Sumarsih,
Sri. 2010. Untung Besar Usaha Bibit Jamur Tiram. Jakarta : Penebar
Swadaya.
Therasi, M. 1992. Cultivation of Pleurotus and Volvariella on
coconut waste in India. Mushroom research, July : 27 – 31.
" La-tahzannn :-)... "
Tidak ada komentar:
Posting Komentar