Jumat, 04 April 2014

Makalah "Penggunaan Sampah Organik dan Limbah Pertanian untuk Substrat Jamur Tiram Putih"



BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Di alam ini terdapat berbagai macam jenis jamur, tetapi tidak semua jenis jamur dapat dikonsumsi. Jamur yang dapat dikonsumsi umumnya merupakan jamur saprofit yang tumbuh spontan dilapang atau dialam terbuka pada bahan-bahan yang mengalami pelapukan. Beberapa jenis jamur yang dapat dikonsumsi antara lain : jamur tiram, jamur merang, jamurum sitake, jamur kuping dan jamur kancing.
Jamur tiram (Pleurotus spp) merupakan salah satu dari jamur edibel komersial, bernilai ekonomi tinggi dan prospektif sebagai sumber pendapatan petani. Dari segi gizinya, jamur tiram mengandung berbagai mineral anorganik, dan rendah lemak. Kadar protein dalam jamur tiram lebih baik bila dibandingkan sumber protein lain  seperti kedelai atau kacang-kacangan (Sumarsih, 2010). Jamur merupakan tanaman yang tidak memiliki klorofil sehingga tidak dapat melakukan proses fotosintesis untuk menghasilkan makanan sendiri. Jamur hidup dengan cara mengambil zat-zat Makanan seperti selulosa, glukosa, lignin, protein dan senyawa karbohidrat dari organisme lain.
Jamur tiram putih telah banyak dibudidayakan dengan menggunakan limbah pertanian dan sampah organik sebagai media tumbuhnya. Hal ini digunakan karena melimpahnya limbah pertanian dan sampah organik sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah penggunaan limbah pertanian dan sampah organik sebagai media atau substrat tumbuh jamur tiram putih.
Menurut Cahyana dan Bachrun (1997) media tumbuh merupakan salah satu aspek penting yang menentukan tingkat keberhasilan budidaya jamur. Media jamur tiram putih yang digunakan harus mengandung nutrisi yang dibutuhkan untuk  pertumbuhan dan produksi, diantaranya yaitu lignin, karbohidrat (selulosa dan  glukosa), protein, nitrogen, serat, dan vitamin. Senyawa ini dapat diperoleh dari  serbuk gergaji kayu albasia/sengon, bekatul, daun rumput alang-alang, ampas tebu(bagas), jerami padi, limbah kulit polong kacang jogo, kulit kacang tanah, daun pisang kering, limbah batang/daun teh, kuntang(kulit padi dibakar), limbah batang/kulit kayu kina, rumput gajah, sabut kelapa dan sampah organik hijau.

1.2.Rumusan Masalah
1.    Mengetahui limbah pertanian dan sampah organik yang dapat digunakan untuk substrat atau media jamur tiram putih.
2.    Mengetahui alternatif  lain yang dapat digunakan untuk media atau substrat jamur tiram putih.
3.    Mengetahui limbah pertanian dan sampah organik yang efektif untuk pertumbuhan jamur tiram putih.

1.3.Tujuan
1.   Untuk mengetahui limbah pertanian dan sampah organik yang dapat digunakan untuk substrat atau media jamur tiram putih.
2.      Untuk mengetahui alternatif lain yang dapat digunakan untuk media atau substrat jamur tiram putih.
3.      Untuk mengetahui limbah pertanian dan sampah organik yang efektif untuk pertumbuhan jamur tiram putih.

BAB II
PEMBAHASAN

Klasifikasi jamur tiram putih menurut Darnetty (2006) adalah:
Kingdom             : Plantae
Divisio                 : Mycota  
Sub Divisio          : Eumycotina
Kelas                   : Basidiomycetes
Sub Kelas            : Homobasidiomycetidae
Ordo                    : Himenomycetales
Sub Ordo             : Agaricales
Famili                  : Agariceae
Genus                  : Pleurotus
Spesies                 : Pleurotus ostreatus

Jamur tiram putih merupakan organisme eukariotik (memiliki sel berinti  sejati) yang digolongkan pada kelompok cendawan sejati.  Menurut  Darnetty  (2006), jamur merupakan organisme yang tidak mempunyai klorofil, sehingga dia  tidak mempunyai kemampuan untuk memproduksi makanan sendiri atau dengan  kata lain jamur tidak bisa memanfaatkan karbondioksida sebagai sumber  karbonnya. Jamur memerlukan senyawa organik, baik dari bahan organik  mati maupun dari organisme hidup, sehingga jamur dikatakan juga organisme hetrotrofik. Jamur tiram putih hidup dan memperoleh makanan dari bahan organik mati seperti sisa- sisa hewan dan tumbuhan, sehingga dinamakan jamur saprofit.  
Dalam budidaya jamur yang sangat penting dan mutlak peranannya adalah media atau substrat. Seperti yang telah diketahui substart dapat terbuat dari limbah pertanian dan sampah organik. Dari limbah pertanian, seperti dari serbuk gergaji kayu albasia Daun pisang kering, kulit kacang polong jogo, serbuk kayu campuran, jerami padi, sabut kelapa, daun rumput alang – alang, ampas tebu(bagas), kulit polong kacang tanah, limbah batang/ daun teh, kuntang(kulit padi yang dibakar), limbah batang/kulit kayu kina, dan rumput gajah dan sampah organik yaitu sampah hijau. Penggunaan limbah pertanian dan sampah organik diharapkan dapat menggurangi atau bahkan dapat mencegah pencemaran lingkungan yang nantinya akan ditimbulkan.
Limbah pertanian adalah bagian tanaman pertanian diatas tanah bagian pucuk, batang yang tersisasetelah dipanenatau diambil hasil utamanya, atau bisa dikatakan bahan yang dibuang di sektor pertanian. Misalnya serbuk gergaji kayu, ampas tebu, jerami, bekatul dan lain – lian.
Sampah Organik adalah merupakan barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi masih bisa dipakai kalau dikelola dengan prosedur yang benar. Misal sampah hijau.
Dari jurnal penelitian yang kami kutip yaitu “ Perbaikan Produksi Jamur Tiram Pleurotus ostreotus Strain Florida dengan Modifikasi Bahan Baku Utama Substrat “ bahwa peneliti bertujuan untuk mendapatkan jenis bahan baku alternatif lain selian serbuk gergaji kayu dengna penambahan bahan aditif berupa bekatul untuk budidaya jamur tiram putih. Metode percobaannya menggunakan rancangan petak terpisah dengan 3 ulangan. Sebagai petak konsentrasi bekatul (B), terdiri dari 4 taraf faktor yaitu 5, 10, 15 dan 20 %. Anak petak adalah bahan baku utama media produksi (S), terdiri atas 13 jenis yaitu serbuk kayu (kontrol).  Daun pisang kering, kulit kacang polong jogo, serbuk kayu campuran, jerami padi, sabut kelapa, daun rumput alang – alang, ampas tebu(bagas), kulit polong kacang tanah, limbah batang/ daun teh, kuntang (kulit padi yang dibakar), limbah batang/kulit kayu kina, dan rumput gajah. Semua bahan baku dalam keadaan kering.
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah kecepatan tumbuh miselium pada substrat, lama waktu miselium bibit jamur tumbuh memenuhi substrat/lama waktu inkubasi, dan jamur tiram berproduksi pada substrat, produksi jamur tiram (bobot segar jamur per kg substrat), total jumlah panen, dan hasil jamur tiram  yang di ekspresikan dalam nilai efisiensi biologi (Biological Efficiency = BE) (Oei 2003).
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa pertumbuhan awal miselium  paling cepat terjadi pada bibit yang di inokulasikan pada substrat kulit polong kacang jogo + bekatul 5 – 10%, sabut kelapa, daun alang – alang, bagas tebu, kulit kacang tanah (semua ditambahkan bekatul 5 – 20%). Menurut peneliti hal ini kemungkinan dikarenakan jenis bahan baku substrat tersebut mengandung nilai nutrisi yang mencukupi untuk terjadi pertumbuhan awal miselium cepat.
Untuk pertumbuhan miselium yang paling lambat, yaitu berasal dari substrat kuntang dengan penambahan bekatul 5 – 20%. Hal ini kemungkinan dikarenakan oleh hubungan rendahnya unsur hara N, P, K, Ca dan Mg yang dikandung kuntang sehingga pertumbuhan awal miselium lambat. Namun kuntang juga memiliki kelebihan yang positif yaitu memiliki aerasi dan kapasitas memegang air yang baik (Poincelot 1979 dalam Lakitan 1995). Melihat hal ini sehingga dapat disimpulkan bahwa kecepatan awal tumbuhnya miselium jamur tiram putih yang dihasilkan bergantung pada jenis substrat yang digunakan dengan penambahan bekatul dengan konsentrasi antara 5 – 20%.
Dalam waktu akhir tumbuh miselium memenuhi bag log substrat yang tercepat berasal dari aplikasi jenis bahan baku serguk gergaji kayu albasia dan kulit polong kacang jogo di tambah bekatul 5 – 10%, serta serbuk gergaji kayu albasia, serbuk gergaji kayu campuran, dan jerami padi menghasilakan waktu akhir pertumbuhan miselium yang tercepat yaitu 19, 20 – 21, dan 55 hari. Meskipun awal pertumbuhan tidak yang paling cepat. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh ketiga jenis bahan baku substrat tersebut mengandung selulosa dan lignin tinggi dengan kandungan nutrisi cukup baik untuk mendukung prtumbuhan miselium (Gramss 1979; Kaul et al. 1981; Gujral et al 1989).
Substart berupa kuntang dan rumput gajah ditambah bekatul 5 – 20% menghasilkan waktu pertumbuhan akhir miselium jamur tiram putih yang terlama, yaitu antara 38 – 45 hari. Hal ini dikarenakan kuntang dan rumput gajah mengandung nutrisi yang kurang mendukung untuk pertumbuhan dan perkembangan jamur tiram putih. Kemungkinan lain peneliti menyatakan bahwa aplikasi kuntang dan rumput gajah memerlukan bahan nurisi tambahan dan metode persiapan substrat yang berbeda dibandingkan dengan aplikasi serbuk gergaji kayu yang umum digunakan.
Jangka waktu yang dibutuhkan untuk miselium jamur tiram putih memenuhi bag log substrat sampai kedasar(100%) yang tercepat berasal dari serbuk kayu gergaji albasia + bekatul 5 – 10%, kulit polong kacang jogo + bekatul 5%, serbuk kayu gergaji  campuran, jerami padi + bekatul 5 – 20% .
Sedangkan substrat sabut kelapa + bekatul 5 – 20% memerlukan waktu yang paling lama dalam memenuhi bag log hingga dasar, hal ini kemungkinan disebabkan oleh bahan baku substrat sabut kelapa mengandung nutrisi yang rendah dan tidak mencukupi untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan miselium jamur tiram meskipun telah ditambahkan bahan aditif berupa bekatul sampai 20%. Aplikasi sabut kelapa perlu dikomposkan terlebih dahulu sebelum digunakan untuk substrat jamur turam (Theradi 1992) namun dalam penelitian ini tidak dikomposkan terlebih dahulu.
Produksi bobot segar jamur tertinggi yaitu 2.317,36 g/kg bobot substrat basah) berasal dari bibit jamur tiram yang di inokulasikan pada substrat berupa serbuk gergaji kayu albasia + bekatul 5%. Hal ini kemungkinan terjadi karena komposisi kandungan gizi serbuk kayu gergaji albasia cocok untuk memenuhi kebutuhan nutrisi serta pertumbuhan dan perkembangan tubuh buah jamur tiram putih. Secara keseluruhan bobot segar jamur tiram putih termasuk tinggi, oleh karena itu jenis bahan baku substrat lainnya juga dianggap berproduksi tinggi, yaitu substrat daun pisang + bekatul 5 – 10%, bagas tebu tebu + bekatul  5 – 10%, serbuk gergaji kayu campuran + bekatul 10%, jerami padi + bekatul 5 – 10%, dan rumput alnag – alang + bekatul 10%. Bahan baku substrat tersebut dinyatakan cocok untuk budidaya jamur tiram putih. Apabila suatu daerah sulit mendapatkan serbuk gergaji kayu maka budidaya jamur tiram putih masih dapat menggunakan ke lima bahan baku substrat alternatif tersebut dengan penambahan bekatul 5 – 10%.
Daun pisang kering + rumput alang – alang yang dulunya tidak bermanfaat, sekarang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku substrat jamur tiram puith yang berdaya guna dan berproduksi tinggi. Namun aplikasi limbah teh, limbah kina, kuntang dan rumput gajah tidak sesuai digunakan sebagai bahan baku substrat budidaya jamur tiram puith. Hal ini dikarenakan lamanya miselium bibit tumbuh memenuhi bag log substrat, kemudian miselium mati dan tidak dihasilkan. selain itu kemungkinan yang lain adalah bahwa limbah teh dan kina mengandung zat alkaloid seperti thein dan kinin konsentrasi cukup tinggi untuk menghambat pertumbuhan dan perkembangan miselium jamur tiram putih.
Kuntang bernutrisi rendah sehingga tidak dapt mendukung pertumbuhan dan perkembangan miselium jamur tiram putih. Sedangkan untuk aplikasi rumput gajah gagal memproduksi tubuh buah jamur tiram putih, kemungkinan waktu perendaman bahan baku tersebut sebelum disusun menjadi formula substrat terlampau lama dan tidak sesuai, perendaman dilakukan selama 3 jam. Akan lebih naik untuk rumput gajah tidak dilakukan perendaman terlebih dahulu. Mungkin itu akna lebih baik.
Nialai efesiensi biologi (EB) yang tertinggi adalah 81,03% berasal dari kombinasi aplikasi substrat serbuk gergaji kayu albasia dan bekatul 5%, Artinya substrat tersebut efesien sebesar 81,03% dikonversi sedemikian rupa secara proses biologi oleh miselium jamur tiram putih sehingga mampu menghasilakan produksi bobot segar jamur tiram putih tertinggi yaitu 2.317,36 g/kg bobot substrat basah).
Jumlah panen terbanyak 9 sampai 12 kali berasal dari substrat serbuk gergaji kayu albasia + daun pisang kering + bekatul 5 – 15%, bagas tebu + bekatul 5 – 10%, serbuk gergaji kayu campuran + bekatu l0%, jerami padi + bekatul 5 – 15%. Data jumlah panen ini mendukung hasil produkis bobot segar jamur tiram putih tinggi yang dibudidayakan pada berbagia bahan baku substrat tersebut.
Hasil produksi bobot segar jamur tiram yang tertinggi pada jurnal penelitian ini yaitu substrat serbuk gegaji kayu albasia + bekatul 5% untuk diproduksi selama 65 hari. Sedangkan waktu jamur tiram putih berrpoduksi yang dibutuhkan pada berbagai bahan baku substrat alternatif yang baika adalah lima jenis, yaitu antara 43 sampai 60 hari.
Selain beberapa substart diatas ada sebuah artikel yang memuat mengenai pemanfaatan sampah organik hijau sebagai media atau substrat jamur tiram putih. dalam artikel ini cara pemuatan substratnya hampir  sama dengan pembutan substrat dari limbah pertanian diatas, namun yang membedakan terlektak pada pengomposan, setelah pencampuran semua bahan seperti Serbu gergaji kayu 45%, Nutrisi 20%, Sampah Hijau 30%, gypsum(CaSO4) 5 %. Kemudian di komposkan dengna cara ditutup rapat dengan plastik atau terpal selama 2 x 24 jam dan dibolak-balik. Pengomposan ini dilakukan agar senyawa – senyawa komplek yang terdapat dalam bahan – bahan  lebih mudah terurai menjadi senyawa sederhana yang dapat dicerna oleh jamur sehingga pertumbuhan jamur lebih optimal.
 

BAB III
KESIMPULAN

1.1.  Keismpulan
       Jamur tiram (Pleurotus spp) merupakan salah satu dari jamur edibel komersial, bernilai ekonomi tinggi dan prospektif sebagai sumber pendapatan petani. Dari segi gizi, jamur tiram mengandung berbagai mineral anorganik, dan rendah lemak.
       Menurut Cahyana dan Bachrun (1997) media tumbuh merupakan salah satu aspek penting yang menentukan tingkat keberhasilan budidaya jamur. Media jamur tiram putih yang digunakan harus mengandung nutrisi yang dibutuhkan untuk  pertumbuhan dan produksi, diantaranya yaitu lignin, karbohidrat (selulosa dan  glukosa), protein, nitrogen, serat, dan vitamin.
Hasil jurnal penelitian “ Perbaikan Produksi Jamur Tiram Pleurotus ostreotus Strain Florida dengan Modifikasi Bahan Baku Utama Substrat “ mengungkapkan bahwa aplikasi substrat serbuk kayu gergaji albasia dikombinasikan dengan bekatul 5% menghasilkan bobot segar jamur tiram putih tertinggi yaitu 2317,36 g/kg bobot substrat basah dengan efesiensi biologi(EB) 81,03%. Hasil tersebut dicapai selama 65 hari masa berproduksi dengan jumlah panen 12 kali. Selain serbuk kayu gergaji albasia, bahan baku substart serbug gergaji kayu campuran, daun pisang kering, kulit kacang polong jogo, serbuk kayu campuran, jerami padi, daun rumput alang – alang, ampas tebu(bagas) dengan penambahan bekatul antara 5 – 15%, juga merupakan bahan baku alternatif yang dapat digunakan sebagau bahan baku substrat untuk budidaya jamur tiram putih. Hasil bobot segar jamur tiram putih dari berbagai jenid bahan baku alternatif, yaitu antara 600 sampai 1.200 g/kg bobot substrat basah dnegan nilai EB antara 10 sampai 35%.

1.2.  Saran
       Berdasarkan pembahasan makalah diatas diharapkan bagi masyarakat dan terutama mahasiswa dapat mengetahui berbagai media atau substrat yang dapat digunakan dalam budidaya jamur tiram putih selain serbuk gergaji kayu, masih banyak media yang dapat dimanfaatkan untuk media atau substrat dalam budidaya jamur tiram putih. 

DAFTRA PUSTAKA

Anonim. ______. Sampah Organik. http://id.wikipedia.org/wiki/Sampah_organik.

Anonim. 2012. Berita terbaru Pengertian limbah pertanian. http://spoilerin.blogspot.com/2012/03/pengertian-limbah-pertanian.html.

Anonim. 2012. Pemanfaatan Sampah Hijau sebagi Media Tanam Jamur Tiram Putih. http:// Pemanfaatan Sampah Hijau sebagi Media Tanam Jamur Tiram Putih _ Andi's blog.html.

Cahyana, Muchroji dan M. Bachrun. 1997. Jamur Tiram. Jakarta: Penebar Swadaya.

Darnetty. 2006. Pengantar Mikologi. Padang: Andalas Universitas Press.

Gramss, G. 1979. Some differences ij response to competitive microorganisms deciding on growing success and yeild of wood.

Gujral, G., S. Jain, and P. Vasudevan. 1989. Studies on mineral uptake of Ipomea aquatica treated with saline water and translocation of these minerals to the fruit body of Pleurotus sayor-caju. Mushroom Sci. 12(2) : 1 – 6.

Kaul, T., M. Khurana, and J. Kachroo. 1981. Chemical composition of cereal straw of the Khasmir Valley. Mushroom Sci. 11(2) : 19 – 25.

Lakitan, B. 1995. Hortikultura, teori budidaya dan pasca panen. Penerbit PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Oei, P. 2003. Mushroom Cultivation. 3rd ed. Appropriate technology for mushroom growers.
Beckhuiys Publishers, Leiden. The Netherlands. pp.28 – 31.

Sumarsih, Sri. 2010. Untung Besar Usaha Bibit Jamur Tiram. Jakarta : Penebar Swadaya.

Therasi, M. 1992. Cultivation of Pleurotus and Volvariella on coconut waste in India. Mushroom research, July : 27 – 31.
 


" La-tahzannn :-)... "

Tidak ada komentar:

Posting Komentar